Obat-Obatan Kimia Itu Racun!
Benar sekali obat-obatan kimia itu racun! Obat-obatan konvensional dari ilmu kedokteran modern semua mengandung bahan kimia. Namun demikian, ilmu kedokteran itu tidak asal! Bahan kimia tersebut pasti sudah diteliti dan diatur dosisnya agar sesuai dengan terapi yang diinginkan.
Semua obat-obatan, baik kimia maupun herbal, semua berpotensi menjadi racun. Jangan kira obat herbal bukan kimia. Nasi, air, gula, kopi, susu, semua zat kimia. Yang terpenting obat-obatan kimia modern itu halal, tidak mengandung zat-zat yang diharamkan. Bahkan pada obat modern, dosis, efek samping, dan reaksi alergi sudah diketahui.
Tidak seperti sebagian besar obat tradisional herbal tidak diketahui dosis, efek samping, dan reaksi alergi. Namun selalu dianggap aman dan dianggap bukan zat kimia.
Dalam kedokteran modern dikenal ungkapan,
Oleh karenanya, kedokteran modern dalam teorinya tidak gegabah begitu saja dalam memberikan terapi obat-obatan kimia. Tetapi sesuai dengan dosis dan indikasi pengobatan. Jika penyakit dibiarkan dan lebih berbahaya, maka lebih baik mengkonsumsi obat bahan kimia yang walaupun juga asalnya berbahaya tetapi bisa menyembuhkan dengan dosis yang tepat. Begitu juga dengan operasi pembedahan, dilakukan sesuatu yang berbahaya bagi tubuh "merusaknya" dengan menyayat dan membelah, tetapi ini demi kesembuhan.
Ada sebuah cerita dari dr. Piprim: "Ada anak kawan saya sudah positif demam tifoid (tifus) menolak antibiotik karena zat kimia, tetap diobati herbal terus masuk kondisi memburuk. Akhirnya takdir Allah pun berlaku, ia wafat. Innalillah... "
Di sinilah peran indikasi dan dosis yang tepat, cara paling tepat mengobati infeksi bakteri serius adalah dengan obat-obatan antibiotik, baik obat antibiotik modern maupun obat herbal yang mengandung antibiotik yang tepat, karena setiap infeksi bakteri memiliki obat antibiotiknya sendiri. Saya meyakini makanan dan obat yang berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh itu baik untuk kesehatan, namun tidak ada hasil penelitian yang meyakinkan bahwa vitamin C bisa membantu melawan infeksi, seperti yang saya tulis pada mitos tentang influenza.
Sinshe Abu Muhammad Suparisno, seorang pakar pengobatan tradisional, dalam sebuah video berjudul ada ada apa dengan kesembuhan mengatakan, walaupun obatnya sama tapi belum tentu dosisnya sama. Pemberian obat harus disesuaikan dengan dosis yang sebenarnya, dia orang mana, tinggal di mana, umurnya berapa, kondisi kepribadian, kondisi hawa di daerahnya, dan banyak faktor yang menentukan dosis yang tepat dan efisien. Jika tidak memberi resep yang tepat dan dosis yang dianjurkan secara tepat niscaya resep akan diberikan secara berulang.
Hal ini selaras dengan perkataan Ibu Hajar al-Asqalasi rahimahullah (yang artinya).
"Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik...
Sahabat yang menderita diare ini, belum sembuh seusai minum madu pertama kali, karena dosis madu yang ia minum belum seimbang dengan penyakit yang diderita. Dan obat apapun, bila dosisnya kurang dari penyakit, maka tidak dapat menyembuhkannya dengan total, dan bila melebihi dosis, maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang lain. Seakan-akan pada pertama kali sahabat ini minum madu dengan dosis yang belum cukup untuk mengusir diarenya.
Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya agar kembali meminumnya. Dan tatkala ia telah berulang kali minum madu, dan mencapai dosis yang cukup untuk mengusir penyakit, maka iapun –dengan izin Allah- sembuh."
[Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah]
Dan jika kita kembali ke pengertian zat kimia, sebenarnya zat kimia itu ada yang alami dan ada yang buatan. Obat-obatan pada kedokteran modern juga ada yang menggunakan bahan kimia alami. Begitu juga dengan bahan thibbun nabawi seperti habbatus sauda juga mengandung zat kimia aktif seperti thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ) dan thymol (THY) yang merupakan zat aktif. Zat kimia aktif bisa lebih berbahaya jika mencapai dosis tertentu. Sehingga perlu juga dilakukan penelitian mengenai dosis dan indikasinya atau pengobatan.
Dengan habbatus sauda di lakukan oleh ahlinya yang tahu metode pengobatan dan berpengalaman. Kita percaya benar bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit, tetapi orang yang meramu dan melakukan pengobatannya juga harus ahli. Sebagaimana pedang yang sangat tajam, tetapi untuk berfungsi dengan baik saat peperangan misalnya perlu tangan terlatih yang menggunakannya.
Pertama, agar obat yang anda gunakan benar-benar berguna dan manjur sehingga penyakit yang anda derita, sembuh, maka pengobataan anda harus tepat:
Ketiga, yang harus kita yakini bahwa kesembuhan terjadi atas Izin Allah.
Sebagai seorang muslim, anda pasti beriman kepada taqdir Allah. Anda mempercayai bahwa segala sesuatu di dunia ini, terjadi atas kehendak dan ketentuan dari Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir (ketentuan).” [QS. Al Qamar:49]
“dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku,” [QS. Asy Syu’araa’:80]
Referensi:
*Rekomedasi: Hati-Hati Dengan Pengobatan Alternatif
Semua obat-obatan, baik kimia maupun herbal, semua berpotensi menjadi racun. Jangan kira obat herbal bukan kimia. Nasi, air, gula, kopi, susu, semua zat kimia. Yang terpenting obat-obatan kimia modern itu halal, tidak mengandung zat-zat yang diharamkan. Bahkan pada obat modern, dosis, efek samping, dan reaksi alergi sudah diketahui.
Tidak seperti sebagian besar obat tradisional herbal tidak diketahui dosis, efek samping, dan reaksi alergi. Namun selalu dianggap aman dan dianggap bukan zat kimia.
Dalam kedokteran modern dikenal ungkapan,
“All substances are poison. There is none that is not poison, the“Semua zat berpotensi menjadi racun. Tidak ada yang tidak berpotensi menjadi racun. Dosis dan indikasi yang tepat membedakannya apakah ia racun atau obat”. [Toksikologi hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006]
right dose and indication deferentiate a poison and a remedy”
Oleh karenanya, kedokteran modern dalam teorinya tidak gegabah begitu saja dalam memberikan terapi obat-obatan kimia. Tetapi sesuai dengan dosis dan indikasi pengobatan. Jika penyakit dibiarkan dan lebih berbahaya, maka lebih baik mengkonsumsi obat bahan kimia yang walaupun juga asalnya berbahaya tetapi bisa menyembuhkan dengan dosis yang tepat. Begitu juga dengan operasi pembedahan, dilakukan sesuatu yang berbahaya bagi tubuh "merusaknya" dengan menyayat dan membelah, tetapi ini demi kesembuhan.
sumber ilustrasi |
Di sinilah peran indikasi dan dosis yang tepat, cara paling tepat mengobati infeksi bakteri serius adalah dengan obat-obatan antibiotik, baik obat antibiotik modern maupun obat herbal yang mengandung antibiotik yang tepat, karena setiap infeksi bakteri memiliki obat antibiotiknya sendiri. Saya meyakini makanan dan obat yang berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh itu baik untuk kesehatan, namun tidak ada hasil penelitian yang meyakinkan bahwa vitamin C bisa membantu melawan infeksi, seperti yang saya tulis pada mitos tentang influenza.
Sinshe Abu Muhammad Suparisno, seorang pakar pengobatan tradisional, dalam sebuah video berjudul ada ada apa dengan kesembuhan mengatakan, walaupun obatnya sama tapi belum tentu dosisnya sama. Pemberian obat harus disesuaikan dengan dosis yang sebenarnya, dia orang mana, tinggal di mana, umurnya berapa, kondisi kepribadian, kondisi hawa di daerahnya, dan banyak faktor yang menentukan dosis yang tepat dan efisien. Jika tidak memberi resep yang tepat dan dosis yang dianjurkan secara tepat niscaya resep akan diberikan secara berulang.
Hal ini selaras dengan perkataan Ibu Hajar al-Asqalasi rahimahullah (yang artinya).
"Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik...
Sahabat yang menderita diare ini, belum sembuh seusai minum madu pertama kali, karena dosis madu yang ia minum belum seimbang dengan penyakit yang diderita. Dan obat apapun, bila dosisnya kurang dari penyakit, maka tidak dapat menyembuhkannya dengan total, dan bila melebihi dosis, maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang lain. Seakan-akan pada pertama kali sahabat ini minum madu dengan dosis yang belum cukup untuk mengusir diarenya.
Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya agar kembali meminumnya. Dan tatkala ia telah berulang kali minum madu, dan mencapai dosis yang cukup untuk mengusir penyakit, maka iapun –dengan izin Allah- sembuh."
[Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah]
Dan jika kita kembali ke pengertian zat kimia, sebenarnya zat kimia itu ada yang alami dan ada yang buatan. Obat-obatan pada kedokteran modern juga ada yang menggunakan bahan kimia alami. Begitu juga dengan bahan thibbun nabawi seperti habbatus sauda juga mengandung zat kimia aktif seperti thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ) dan thymol (THY) yang merupakan zat aktif. Zat kimia aktif bisa lebih berbahaya jika mencapai dosis tertentu. Sehingga perlu juga dilakukan penelitian mengenai dosis dan indikasinya atau pengobatan.
Dengan habbatus sauda di lakukan oleh ahlinya yang tahu metode pengobatan dan berpengalaman. Kita percaya benar bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit, tetapi orang yang meramu dan melakukan pengobatannya juga harus ahli. Sebagaimana pedang yang sangat tajam, tetapi untuk berfungsi dengan baik saat peperangan misalnya perlu tangan terlatih yang menggunakannya.
Kesimpulan
Obat Kimia Adalah Racun? Ya. Tapi mungkin Tidak.Pertama, agar obat yang anda gunakan benar-benar berguna dan manjur sehingga penyakit yang anda derita, sembuh, maka pengobataan anda harus tepat:
- Tepat ketika mendiagnosa penyakit yang anda derita.
- Tepat memilih obat.
- Tepat dalam dosis obat.
- Tepat waktu penggunaan.
- Tepat dengan menghindari berbagai pantangan dan hal lain yang menghambat kerja obat.
Ketiga, yang harus kita yakini bahwa kesembuhan terjadi atas Izin Allah.
Sebagai seorang muslim, anda pasti beriman kepada taqdir Allah. Anda mempercayai bahwa segala sesuatu di dunia ini, terjadi atas kehendak dan ketentuan dari Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir (ketentuan).” [QS. Al Qamar:49]
“dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku,” [QS. Asy Syu’araa’:80]
Referensi:
- dr. Raehanul Bahraen
http://muslimafiyah.com/haruskah-kedokteran-modern-dan-thibbun-nabawi-dipertentangkan.html - dr. Piprim B Yanuarso Sp. A(K)
http://www.dakwatuna.com/2013/10/20/40931/pilih-resep-nabi-atau-resep-dokter/
*Rekomedasi: Hati-Hati Dengan Pengobatan Alternatif
betul sekali mas, obat itu sebenarnya racun,, racun yang berfungsi untuk menyembuhkan penyakit sesuai dengan kandungan yang ada didalamnya.. jadi jangan salahkan dokter atau para medis lainnya jika dalam pemberian terapi obat tidak sesuai dengan keinginan atau kehendak keluarga pasien yang menginginkan obat bagus agar segera menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. karena dokter lebih tahu, obat-obatan yang sesuai dengan penyakit si pasien..
BalasHapusini yang jadi polemik dari jaman dahulu, kecanggihan tekhnologi dan kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan praktis memicu para pebisnis untuk menjadikan objek sarana mencari uang.. coba simak adakah obat herbal yang lulus Bpom..? (sejauh ini hanya sido muncul) mungkin kalau dinkes iya, bahkan sekelas madupun tak ada yang lulus bpom.. memang seperti ada monopoli terhadap herbal dari kalangan pengusaha obat dunia.. itu yang saya alami ketika saya duduk diherbal (madu) tapi kalau sekarang saya absen ah hehe..
BalasHapusmemang betul juga sih mas, namun obt kimia gak semua racun yang penting tau kadar konsumsinya saja mas
BalasHapusSyukurnya saya suka habatusaudah dan Madu. Kalau gak minum habatsaudah saya minum madu untuk menjaga kesehatan. Benar-benar harus tepat yah dosisnya. Beda orang beda pula pengobatannya.
BalasHapusbaik kimia sintesis atau herbal, kedua nya bila sesuai anjuran dokter bisa menyembuhkan dan meredakan penyakit. yang berbahaya bila kita mengalami ketergantungan obat dan mengkonsumsi obat secara berlebihan tak sesuai anjuran dokter.
BalasHapusSemua urusan pegobatan biar serahkan ke ahinya
BalasHapusSedangkan untuk kesenbuhan pasrahkan ke pda NYA
:)
Nah ini, betul sekali. Di artikel sy mengherankan perbedaan kebijakan pemberian medicine dari dokter Indonesia dan Eropa, tp mungkin mereka punya pertimbangan pribadi sesuai ilmu, yg sy tidak tahu. Cuma kadang harus selektif pilih dokter, krn sy pernah ketemu dokter anak yg ngasih obatnya banyak sekali, plus vitamin dll lah..jadinya sempat suudzon ttg korelasi tenaga medis dg produsen obat.
BalasHapusSemoga suudzonnya sy itu gk bener ya Pak.
saya juga pernah suudzon begitu :(
Hapusmakanya mengedukasi diri sendiri sangat penting biar gak salah obat
kalau gitu kuncinya itu diagnosa dokter ya mas. Bahaya sekali kalau diagnosa salah. Oh jadi inget beberapa tahun lalu ketika putriku opname di RS gara-gara ke dokter di kampung dan dikasih obat. Begitu Opname Dokter RS bilang ini akibat obatnya salah gitu...
BalasHapus