Mewaspadai Demam Berdarah Dengue (DBD)
Saat tulisan ini diposting, Kemenkes menyatakan bahwa sudah ada 42 kabupaten/kota di Indonesia yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD). Rincian daerah tersebut adalah: 23 kabupaten/kota di Jawa Timur, 2 kabupaten di Jawa Tengah, 2 kabupaten di Sumatera Barat, 4 kabupaten/kota di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Selanjutnya, 2 kabupaten di Sulawesi Selatan, 9 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, dan 1 kabupaten di Papua. Sumber: Jawa Pos, 2 Februari 2016.
Berikut hal-hal yang perlu kita ketahui terkait dengan kejadian luar biasa DBD:
1. DBD adalah infeksi virus dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Infeksi virus dengue dapat menyebabkan penyakit ringan, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga kondisi fatal yang disebut Dengue Shock Syndrome (DSS). Kasus DBD atau DSS merupakan fenomena gunung es, di mana kasus yang dirawat dan dilaporkan adalah DBD dan DSS, sementara sebagian besar kasus yang tidak terlaporkan adalah kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue).
2. Gejala klinis DBD selain demam antara lain: uji bendungan positif, nyeri kepala, muntah/mual, nyeri otot, ruam kulit, diare, kejang, kesadaran menurun, sembelit, perdarahan saluran cerna, nyeri perut, perdarahan kulit, penurunan jumlah trombosit, hingga syok. Gejala-gejalanya sangat bervariasi. Jangan anggap remeh demam yang dianggap hanya akibat infeksi virus ringan, apalagi di saat-saat KLB seperti sekarang.
3. Perjalanan penyakit DBD secara umum dibagi menjadi 3 fase: a. Fase demam (2-7 hari, umumnya hari pertama hingga ketiga). b. Fase kritis (kebocoran plasma, umumnya berlangsung 24-48 jam, hari ketiga hingga keenam). c. Fase penyembuhan (mulai hari ketujuh).
4. Waspadai dehidrasi pada fase demam karena demam tinggi, penurunan nafsu makan/minum, dan muntah. Keadaan dehidrasi ini dapat mempercepat terjadinya syok pada DBD.
5. Mewaspadai kemungkinan DBD pada anak: apakah anak mengalami demam tinggi yang mendadak dan terus menerus, demam kurang dari 7 hari, tanpa disertai infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dan tampak lemah/lesu. Jika gejala-gejala ini ditemukan, segera bawa anak ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dokter akan memutuskan apakah anak cukup dirawat jalan atau perlu rawat inap.
6. Dokter akan mengindikasikan rawat inap pada kondisi sebagai berikut: adanya tanda-tanda syok, asupan oral berkurang karena mual/muntah hebat, perdarahan, trombosit <100.000/µl, peningkatan hematokrit 10-20%, perburukan keadaan ketika suhu turun, nyeri perut hebat, atau pertimbangan tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit.
7. Fase kritis pada DBD adalah saat terjadi peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran plasma. Fase kritis ini terjadi saat transisi dari demam ke fase dingin (afebril). Penanganan fase ini harus sangat hati-hati, karena jika tidak segera ditangani dengan tepat, pasien bisa jatuh dalam keadaan syok. Selain itu, trombosit terus menurun (trombositopenia), namun hemoglobin dan hematokrit meningkat. Gangguan perdarahan akibat trombositopenia juga dapat terjadi.
8. Pemeriksaan laboratorium pada DBD akan menunjukkan trombosit yang menurun (<100.000/µl) dan hemokonsentrasi akibat rembesan plasma, dengan Hb dan hematokrit meningkat 20% atau lebih. Trombosit yang menurun bisa ditemukan mulai hari ketiga sakit, itulah sebabnya dokter sering meminta pemeriksaan darah pada anak yang demam memasuki hari ketiga, jika mencurigai DBD.
9. Waspadai syok pada anak dengan DBD, yang sering terjadi setelah demam turun. Tanda-tandanya antara lain: kulit pucat, terasa lembab dan dingin, kebiruan sekitar mulut, nadi teraba cepat, kecil dan lemah. Selain itu, perhatikan juga frekuensi dan volume buang air kecil (BAK) yang semakin jarang (normalnya setiap 4-6 jam) dan sedikit (oliguria). Anak yang tampak lesu, gelisah, atau perlahan kesadarannya menurun juga perlu diwaspadai. Perdarahan saluran cerna yang serius bisa ditandai dengan nyeri perut dan BAB berdarah atau berwarna kehitaman. Selain itu, muntah berulang, menolak makan-minum, dan perdarahan lain seperti muntah darah (hematemesis), mimisan (epistaksis), dan darah mens yang berlebihan (menoragia) juga perlu diwaspadai.
10. Langkah pencegahan meliputi penyemprotan massal (fogging) di daerah endemis DBD dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh keluarga dan komunitas. Setiap keluarga harus melakukan kegiatan 3M: menguras tempat penampungan air (tempayan, drum, bak mandi, dll), menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur atau menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air hujan, seperti kaleng, plastik bekas, dan lainnya.
Pelaporan kasus DBD ke Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat dilakukan oleh fasilitas kesehatan (faskes) yang menangani anak dengan DBD. Pelaporan ini bertujuan untuk mencegah penularan lebih lanjut. Dinkes setempat akan melakukan penyelidikan, dan jika ditemukan risiko penularan, akan dilakukan beberapa upaya penanggulangan, seperti fogging fokus, abatisasi dengan abate sand granule di tempat-tempat penyimpanan air untuk membunuh larva nyamuk, serta menggalakkan partisipasi masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Posting Komentar untuk "Mewaspadai Demam Berdarah Dengue (DBD)"