Pena Telah Terangkat dan Tinta Telah Mengering



Setiap orang di dunia ini pasti menginginkan kebahagiaan. Siapa yang tidak ingin merasakan kedamaian, kegembiraan, dan hidup tanpa beban? Kebahagiaan seolah menjadi tujuan utama yang dicari oleh setiap manusia. Namun, tidak seorang pun yang berharap untuk mengalami kepedihan, kesedihan, atau musibah. Kita selalu ingin hidup berjalan mulus tanpa hambatan, seolah dunia ini hanya ada untuk membuat kita senang.

Akan tetapi, perlu kita pahami bahwa Allah telah menciptakan dunia ini dengan keseimbangan yang sempurna. Segala sesuatu di dunia ini diciptakan berpasangan. Ada siang dan malam, ada sehat dan sakit, ada kaya dan miskin, bahkan ada hidup dan mati. Inilah sunnatullah—hukum alam yang telah ditetapkan oleh Allah. Keseimbangan ini mengajarkan kita bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Terkadang, kita harus menerima hal-hal yang tidak kita sukai sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Orang yang benar-benar bahagia bukanlah orang yang hidupnya tanpa masalah atau musibah. Kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan seseorang untuk mengubah musibah menjadi nikmat, dan ujian menjadi karunia. Mereka yang mampu memaknai setiap ujian sebagai bentuk kasih sayang Allah akan selalu menemukan ketenangan dalam hatinya, bahkan di tengah badai kehidupan. Sebaliknya, mereka yang hanya mencari kebahagiaan tanpa menerima kenyataan hidup cenderung mudah terjatuh dalam keputusasaan.

Ketika musibah datang, penting bagi kita untuk merenungkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak pernah lepas dari kehendak Allah. Segala kejadian telah tertulis dalam Lauhul Mahfuzh—catatan takdir yang Allah buat jauh sebelum kita lahir. Allah mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya, bahkan ketika kita merasa bahwa sesuatu itu adalah keburukan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [QS. Al-Baqarah: 216].

Keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah seharusnya membuat hati kita lebih tenang. Musibah bukanlah hukuman, melainkan bentuk ujian atau bahkan cara Allah untuk meninggikan derajat kita. Jika kita mampu menerima musibah dengan sabar, ikhlas, dan penuh tawakal, maka Allah akan menggantinya dengan kebaikan yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.

Jadi, ketika menghadapi ujian atau musibah, mari kita latih hati untuk bersyukur dan melihat sisi positif dari setiap kejadian. Tidak ada sesuatu yang sia-sia dalam ketetapan Allah. Dengan sikap yang benar, kita akan mampu menjalani kehidupan ini dengan lebih bahagia, meski badai sekalipun tengah melanda. Sebab, kebahagiaan sejati bukan tentang keadaan di luar, melainkan tentang ketenangan dan penerimaan di dalam hati.

PasienSehat
PasienSehat Hai, saya pasien biasa yang suka nulis blog buat berbagi dan belajar bareng. Lewat tulisan ini, saya berharap kita bisa saling mendukung, bertukar ide, dan tumbuh bersama.

1 komentar untuk "Pena Telah Terangkat dan Tinta Telah Mengering"

  1. "Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering". [HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata hadits ini hasan shahih].

    BalasHapus