Saran Untuk Dokter dalam Berkomunikasi dengan Pasien
Pasien dengan penyakit kronis cenderung mudah mengalami depresi |
Seorang dokter pasti sudah diajarkan cara berkomunikasi dengan baik kepada pasien. Dukungan semangat dan perhatian penuh dari dokter sangat penting dalam proses pengobatan pasien. Hal ini sudah banyak diterapkan oleh dokter, terutama bagi mereka yang menangani pasien dengan kondisi serius.
Namun, saya pernah mengalami pengalaman buruk dengan seorang dokter yang kurang bisa berkomunikasi. Dokter tersebut lebih memilih untuk "memvonis" pasien tanpa memberikan penjelasan rinci atau dukungan yang diperlukan. Ketika itu, saya lebih memilih segera meninggalkan ruangan daripada harus bertanya tentang pengobatan yang akan dilakukan.
Pasien itu sensitif, jadi saya berharap para dokter bisa lebih meningkatkan kemampuan komunikasi mereka. Hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman, bahkan agar tidak ada tuduhan malapraktik di kemudian hari.
Jangan bilang begini, Dok #1
“Saya mengerti apa yang Anda rasakan setelah terdiagnosis kanker. Saya sudah 30 tahun menjadi dokter onkologi.”
Pasien: Terus saya harus bilang "wow" begitu?
Katakan yang seperti ini:
“Saya tahu ini kondisi yang sangat sulit bagi Anda dan keluarga. Saya akan membantu Anda melewatinya dengan menjawab setiap pertanyaan yang Anda butuhkan.”
Jangan bilang begini, Dok #2
“Tolong baca dan tandatangani surat persetujuan tindakan operasi ini.”
Pasien: Singkat amat, Dok? Main suruh tanda tangan aja!
Ganti jadi begini:
“Ada risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi saat dilakukan tindakan operasi, yang lengkapnya tercantum dalam surat persetujuan ini. Saya ingin pastikan Anda mengerti resikonya secara jelas. Jika ada yang belum Anda pahami, silakan tanya saya.”
Jangan bilang begini, Dok #3
“Saya tidak percaya pengobatan alternatif, itu sesat. Pokoknya Anda harus minum obat sesuai resep saya.”
Pasien: Nanti saya minum diam-diam, loh, Dok!
Bilang yang lebih lembut:
“Jadi, Anda ingin mencoba pengobatan alternatif? Saya akan cari informasi tentang obat yang Anda tanyakan. Tolong kontrol kembali ke saya dalam seminggu. Sementara itu, setujukah Anda untuk melanjutkan obat yang saya resepkan?”
Jangan bilang begini, Dok #4
“Penyakit Myasthenia Gravis ini seumur hidup. Anda harus minum obat seumur hidup.”
Pasien: Bisa ngomong lebih kenceng, Dok? Sakitnya tuh di sini kalau dokter main vonis begitu!
Pasien butuh dukungan:
“Anda sabar ya. Penyakit ini sembuhnya pelan-pelan. Anda akan minum obat sampai gejalanya hilang, dan nanti dosis obat akan diturunkan bertahap jika gejalanya berkurang.”
Jangan bilang begini, Dok #5
“Anda menderita gagal ginjal, umur Anda tinggal seminggu lagi jika tidak segera cuci darah.”
Pasien: Dokter membunuh saya dengan kata-kata! :(
Pasien butuh perhatian:
“Saya tahu ini pasti sangat berat bagi Anda, tetapi Anda masih punya harapan hidup dengan cara cuci darah atau cangkok ginjal. Jika Anda belum memiliki jaminan, sebaiknya segera urus BPJS Kesehatan. Saya akan memberikan dukungan penuh dan menjawab setiap pertanyaan yang Anda butuhkan.”
Demikian postingan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali betapa pentingnya komunikasi yang baik antara dokter dan pasien. Mungkin ini hanya sebagian contoh, namun di luar sana ada banyak pengalaman dari pasien lainnya.
Semoga tidak ada lagi pasien yang merasa dokter kasar, dokter jutek, dokter terlalu sibuk, atau dokter yang tidak mau mendengarkan keluhan pasien dan menjelaskan sesuatu yang tidak dimengerti.
Karena kurangnya komunikasi dari dokter bukan hanya masalah hati pasien, tapi juga berpengaruh pada kualitas pelayanan, biaya berobat yang lebih tinggi, dan bahkan risiko tuntutan hukum.
Rumah sakit tidak akan mendapatkan penghasilan jika banyak pasien yang merasa kecewa. Be patient with patients who are not patient.
AMEN (Affirm, Meet, Educate, No matter what)
Tim dokter dari Johns Hopkins Kimmel Cancer Center menciptakan sebuah mnemonic yang mengajarkan dokter bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang berharap keajaiban.
- Affirm the patient’s belief. Validate his or her position: “Ms. X, I am hopeful, too.”
- Meet the patient or family member where they are: “I join you in hoping (or praying) for a miracle.”
- Educate from your role as a medical provider: “And I want to speak to you about some medical issues.”
- No matter what, assure the patient and family you are committed to them: “No matter what happens, I will be with you every step of the way.”
“I use the AMEN mnemonic pretty much every day. Maybe my patients need more miracles than other doctors’ patients, but it is a common occurrence and an underlying theme in many people’s lives,” says Dr. Thomas Smith, director of palliative medicine at Johns Hopkins.
Haha
BalasHapusYah, memang ada beberapa dokter yang ceplas ceplos
Tapi itu tergantung ideologi individu si dokter nya sih.
Ada yang menganggap bahwa mental pasien adalah hal yang peling penting untuk dijaga
Ada yang menganggap harus menyampaikan informasi sejujurnya agak keluarga pasien bisa menentukan pilihan
Ada juga yang menganggap bahwa merek aharus tegas daripada keluarga pasien bertele-tele atau meminta sesuatu yang tidak bisa dipenuhi/tidak sesuai prosedur
Semoga dokter2 di Indonesia kedepannya bisa lebih mahir berkomunikasi ^^
Yap, setiap orang berbeda, setiap dokter berbeda, dan setiap pasien juga berbeda.
HapusTapi setiap pasien ingin dokter mendengar semua keluhan, memberi dukungan dan menjelaskan terkait penyakit dan pengobatan dengan sejelas-jelasnya.
Coba bayangin kalau anda pergi ke dokter jantung mengeluh sakit di bagian dada, belum selesai sudah dipotong "bukan bermaksud sombong, saya sudah 10 tahun bertugas di sini, jadi saya tahu betul jenis penyakit anda" terus dokternya langsung kasih resep. #bukansombongtapisongong
Ini salah satu pengalaman saya :)
Haha itu yang biasa terjadi kebanyakan pak sucipto.... Pengen berobat malah jadi kena sakit hati. haha
BalasHapusIya memang njengkelin jika bertemu dokter type "Jangan bilang begini Dok". Maksudnya mungkin sama, namun jika cara penyampaian nya kurang tepat, bisa terjadi salah paham nanti antara pasien dengan dokter.
BalasHapusNamun di era sekarang ini, saya yakin para dokter sudah tidak menyampaikan maksud nya seperti itu lagi. Banyak dokter muda yang berintegritas dan memiliki skill komunikasi tinggi terhadap pasiennya agar pasien tidak tambah stress terhadap apa yang sudah di sampaikan dokternya.
Nice info Pak Sucipto Kuncoro. :D
betul banget pak,,saya nantikaloke dokter bakal terapin hal ini..terima kasih...
BalasHapuskarena dengan komunikasi yang baik dapat mempengaruhi terapi pengobatan pasien ke arah positif dan tentunya disertai perkembangan karir dokternya tersebut. Kadang kala karena jadwal si dokter yang padat dan memiliki jumlah pasien langganan yang banyak membuat sang dokter terlalu terburu-buru ketika konsultasi, yang akhirnya si pasien mendapatkan sedikit informasi tentang terapinya.
BalasHapussemoga banyak dokter yang membaca tulisan ini ya mas.
yah kadang dokter itu merasa dia paling ahli dan paling tau mengenai penyakit dan seluk beluk penyembuhannya. semantar dia tidak mau mengakui kehebatan pengobatan alternatif, kadang obat herbal aja dia tidak mau tau. yang saya heran, kan obat-obatan juga banyak diambil dari kandungan sari buah, dau, akar, bahkan dari hewan. kok malah gak percaya ya gan?
BalasHapusWahahaha ceritanya mas sucipto marah atau ngajarin dokterni. Tetapi memang benar kalau dokter perlu berkomunhkasi dengan pasiem dengan baik ramah dan memotivasi.
BalasHapusJadi dokter harus banyak nyetok kesabaran ya, Bang..
BalasHapusKalau dokter yang bilang kalimat-kalimat di atas itu mungkin perutnya lagi laper kali wkwkwkwk
BalasHapusnah kata komunikasi yang di sarankan bagus tuh lebih lembut. :)
BalasHapus