Pengalaman MGers Berobat Dengan BPJS Kesehatan

Terima kasih JKN BPJS Kesehatan sudah semakin baik. Saya berobat rutin dengan BPJS karena myasthenia gravis (MG), yang menyebabkan seluruh otot tubuh menjadi lemah. Dulu waktu masa transisi BPJS masih kacau balau, obat Mestinon tidak ditanggung dimana-mana, kalau sekarang sudah lumayan bagus, bahkan sekarang lagi musimnya timektomi bagi MGers dengan kasus timoma.

Sayangnya sampai sekarang di beberapa rumah sakit masih ada yang tidak menanggung mestinon, terutama di daerah pelosok yang jarang MGersnya. Pemeriksaan AchR yang mahal untuk diagnosis juga tidak ditanggung, untungnya diagnosis bisa ditegakkan dengan serangkaian test lainnya.

Prosedur berobat dengan BPJS bagi orang dengan kelemahan otot serius bisa menjadi menyulitkan, tapi kami menyadari bahwa antrian berobat memang selalu ramai, kamar rawat inap memang selalu penuh, jadwal operasi bisa lebih dari sebulan; hal ini dikarenakan belum semua rumah sakit bekerjasama dengan BPJS atau baru sekitar 1600-an saja, sementara peserta BPJS adalah seluruh warga negara Indonesia dengan data saat ini telah mencapai 141 jutaan peserta.

Saya juga pernah mengalami yang namanya "diterlantarkan di IGD" karena kamar penuh, tapi saya memahami bahwa kamar rawat memang benar-benar penuh, hal itu ditandai dengan banyaknya pasien yang masih dirawat di IGD karena mereka juga tidak mendapat kamar.

Harus dipahami juga bahwa kamar tiap pasien itu berbeda, maksudnya bagaimana? Setelah saya memperoleh kamar, ternyata setiap kamar dikelompokkan berdasarkan kondisi pasien dan resume medis pasien. Misal, tidak mungkin pasien TB dicampur dengan pasien DBD. Apakah pasien ini butuh oksigen, ruangan isolasi, ruangan yang tenang. Bahkan untuk pasien yang pasca operasi pun untuk kamarnya mengikuti bagaimana kondisi pasien pasca operasi, apakah butuh ruang ICU untuk pemulihan atau bagaimana. Kita sebaiknya jangan menghakimi apapun tanpa tahu lebih detail permasalahan.

Sejak pertama kali saya berobat dengan jaminan kesehatan nasional sampai sekarang belum pernah saya mengalami hal buruk dan tidak pernah dibeda-bedakan pelayanannya, sama seperti pasien umum lainnya (pasien bayar sendiri), baik obat ataupun pelayanannya sama. Padahal banyak yang bilang obat untuk pasien BPJS adalah obat yang murah berbeda dengan obat pasien umum. Salah besar! obat disesuaikan dengan kebutuhan pasien, bukan murah atau mahalnya. Baca juga: perbedaan obat generik, bermerek, dan paten.

Pasien myasthenia gravis membutuhkan obat yang bernama mestinon seharga 10 ribu per butir, setiap pasien butuh 90 - 180 butir per bulan, tergantung tingkat keparahan dan obat tersebut ditanggung BPJS Kesehatan. Demikian juga terapi penggantian plasma darah atau plasmapheresis yang butuh biaya tinggi, bahkan operasi pengangkatan timoma atau timektomi juga ditanggung BPJS Kesehatan. Terima kasih BPJS!


Mungkin pengalaman setiap orang dengan BPJS Kesehatan berbeda, banyak yang merasa puas berobat dengan BPJS, namun tak sedikit pula yang merasa kecewa. Hal ini mungkin karena BPJS masih baru, saya yakin seiring waktu BPJS akan terus memperbaiki kualitas layanannya, dan semoga seluruh rumah sakit swasta di Indonesia dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Ada beberapa tips dari saya untuk pasien lainnya agar terhindar dari pengalaman buruk berobat dengan BPJS:
1. Banyak membaca tentang aturan BPJS Kesehatan.
2. Ikuti prosedur yang berlaku di setiap fasilitas kesehatan.
3. Sabar dan banyak bertanya bila kurang paham.
4. Berprasangka baik, jangan hakimi yang anda tidak pahami.

Asalkan kita sabar dan mengikuti aturan yang berlaku, Insya Allah semuanya bisa berjalan lancar. Semoga semakin banyak lagi MGers yang bisa memperoleh manfaat dari BPJS Kesehatan.

Pengalaman Saya Mendapat Mestinon Gratis Dengan BPJS Kesehatan

Sesungguhnya saya sudah rutin berobat dengan BPJS Kesehatan sejak 2014. Saat saya menulis tulisan di bulan April 2015 ini, sedikitnya sudah 16 kali saya kontrol rutin ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, untuk mendapatkan obat Mestinon gratis (sebenarnya bukan gratis, tapi ditanggung BPJS).

Untuk kontrol ke rumah sakit, prosesnya tidak jauh beda dengan di era Askes/Jamkesmas. Pertama, saya harus minta rujukan dari Faskes tingkat pertama (puskesmas). Karena sudah ada bukti rekam medis atau dokumen diagnosa sebelumnya, jadi tidak butuh waktu lama untuk meminta rujukan. Tapi kalau Anda benar-benar baru menggunakan BPJS, jangan pernah bilang minta rujukan, petugas loketnya pasti sudah wanti-wanti kalau minta rujukan atas permintaan sendiri tidak ditangggung.

Untuk kasus saya, Myasthenia Gravis, dokter biasanya pasti memberi rujukan karena ini kasus yang tidak bisa ditangani dokter umum di faskes 1, setidaknya harus oleh dokter spesialis saraf di faskes 2. Jadi kalau saya minta rujukan juga biasanya diberikan oleh dokter, tapi saya selalu membawa dokumen lama takut dicecar banyak pertanyaan, hehe.

Selanjutnya, untuk kali kedua dan seterusnya, saya tinggal bawa rujukan lama untuk diperpanjang. Sebenarnya MG merupakan penyakit kronis yang tidak perlu minta rujukan berulang, tinggal minta surat rekomendasi DPJP untuk dapat berobat di RS sesuai rekomendasi dokter. Tapi karena awalnya saya belum tahu peraturan itu, sempat beberapa kali, setiap bulan saya harus perpanjang rujukan ke puskesmas. Entah BPJS yang kurang sosialisasi atau saya yang kurang pergaulan, hehe.

Kemudian saya dirujuk ke RSU, pastinya antrian di RSU selalu panjang mengular ke belakang, tapi saya punya trik khusus, saya lebih suka datang agak siang sehingga antriannya lebih sedikit, tapi konsekuensinya antri di poli (menunggu panggilan dokter) yang bisa sampai sore. Tapi saya lebih suka yang begini karena obatnya bisa diambil besok. Esok harinya saya harus kembali ke RS untuk mengambil obatnya.

Sayangnya, Mestinon kena restriksi 120 butir per bulan, bagi saya tidak masalah, karena dosis saya memang 4x1.  Begitu mestinon di tangan saya tak hentinya tersenyum karena satu beban telah berkurang. :)

Yang perlu disiapkan untuk berobat dengan BPJS Kesehatan:
Untuk di puskesmas:
1. Rekam medis (jika pasien lama)
2. Surat rujukan lalu untuk minta surat rujukan baru
3. Kartu BPJS
4. Kartu Puskesmas
Untuk di Rumah Sakit Umum
1. Fotokopi KTP, KK
2. Fotokopi Kartu BPJS
3. Surat rujukan puskesmas
4. Kartu Rumah Sakit
5. Camilan, buku, ata gadget biar tidak bosan mengantre.

Posting Komentar untuk "Pengalaman MGers Berobat Dengan BPJS Kesehatan"