Ada Kemunculan Penyakit Baru, Namanya BPJS Syndrome
Karena sudah rutin dan sering mengunakan BPJS Kesehatan untuk berobat bagi saya prosedurnya mudah asal kita tahu persyaratannya dan mengikuti peraturan yang berlaku di rumah sakit. Tapi terkadang kalau saya perhatikan banyak pasein baru yang tidak sabar, ingin didahulukan, tidak mau antri, dan kalau antrinya lama suka marah-marah. Terkadang saya suka kasihan sama staf RS yang kena marah karena pelayanannya lama. Kenapa di RS sering terjadi pemandangan seperti ini?
Sudah saatnya diteliti, ada kemunculan penyakit baru, namanya 'BPJS syndrome'. BPJS syndrome adalah kenyataan sehari-hari yang makin marak belakangan ini.
Gejala Umum :
Penyebab Utama :
Ketidakpuasan terhadap pelayanan medis umumnya tidak terkait dengan BPJS-nya, tapi karena pakai BPJS jadi agak sensi.
Sebagai contoh, sejak dulu cari NICU/PICU itu susah di kota besar sekalipun, tidak pakai BPJS pun belum tentu ada, hanya sejak ada BPJS jadi ada tulisan salah di media "karena pakai BPJS, jadi dipersulit untuk dirawat di NICU atau tidak ditanggung." Padahal dari dulu cari NICU/PICU memang sulit.
Bagi masyarakat yang tidak tahu atau tidak mau tahu mengenai prosedur BPJS untuk berobat rawat jalan di RS, memang akan mudah menganggap bahwa lama/lelahnya mengantri itu sebagai kerumitan sistem, padahal langkah-langkah misalnya ke A dulu, kemudian ke B, kemudian ke C, dan seterusnya, sebenarnya sederhana, dan adanya antrian lama diantara langkah-langkah tersebut lebih pada konsekuensi dari banyaknya pasien versus terbatasnya sumber daya RS. Enjoy saja mengantri, banyak yang bisa dilakukan, seperti baca koran/buku, fb-an di ponsel/tablet, makan cemilan, ngobrol dengan pasien lain, dan lain-lain.
Pelayanan oleh dokter juga sama. Dokter itu banyak macamnya. Ada yang service-nya memuaskan, ada juga yang tidak. Kalau tidak puas dengan pelayanan dokter, bisa minta 'second opinion' dari dokter lain. Bila perlu kartu BPJS-nya dipindahkan saja ke faskes 1 yang lain.
Setiap hari ratusan ribu orang peserta BPJS dilayani di seluruh Indonesia. Kalau pelayanan RS dan puskesmas tidak baik, pasti sudah gempar. Nyatanya kan tidak. Itu artinya sebagian besar pelayanan relatif memuaskan. Tentu saja masih ada keluhan dan ketidakpuasan, tidak mungkin itu ditekan hingga 0%. Tidak apa-apa, komplain juga perlu untuk meningkatkan kualitas layanan supaya lebih baik.
Yang penting, jangan main pukul rata untuk hal yang negatif. Kalau ada satu dua status ketidakpuasan di media sosial, jangan lantas dituding pelayanan BPJS dan semua RS buruk.
Sudah saatnya diteliti, ada kemunculan penyakit baru, namanya 'BPJS syndrome'. BPJS syndrome adalah kenyataan sehari-hari yang makin marak belakangan ini.
Gejala Umum :
- Mudah merasa diperlakukan seperti pengemis gara-gara pakai BPJS.
- Mudah merasa dianaktirikan gara-gara berobat pakai BPJS.
- Mudah merasa tidak diistimewakan karena pakai BPJS.
- Mudah berprasangka buruk tentang pelayanan medis di fasilitas kesehatan.
- Bahkan mengantre saja dikeluhkan di media sosial dan bilang BPJS ribet.
Penyebab Utama :
- Peserta tidak memahami peraturan yang berlaku dan BPJS yang minim sosialisasi.
Ketidakpuasan terhadap pelayanan medis umumnya tidak terkait dengan BPJS-nya, tapi karena pakai BPJS jadi agak sensi.
Sebagai contoh, sejak dulu cari NICU/PICU itu susah di kota besar sekalipun, tidak pakai BPJS pun belum tentu ada, hanya sejak ada BPJS jadi ada tulisan salah di media "karena pakai BPJS, jadi dipersulit untuk dirawat di NICU atau tidak ditanggung." Padahal dari dulu cari NICU/PICU memang sulit.
Bagi masyarakat yang tidak tahu atau tidak mau tahu mengenai prosedur BPJS untuk berobat rawat jalan di RS, memang akan mudah menganggap bahwa lama/lelahnya mengantri itu sebagai kerumitan sistem, padahal langkah-langkah misalnya ke A dulu, kemudian ke B, kemudian ke C, dan seterusnya, sebenarnya sederhana, dan adanya antrian lama diantara langkah-langkah tersebut lebih pada konsekuensi dari banyaknya pasien versus terbatasnya sumber daya RS. Enjoy saja mengantri, banyak yang bisa dilakukan, seperti baca koran/buku, fb-an di ponsel/tablet, makan cemilan, ngobrol dengan pasien lain, dan lain-lain.
Pelayanan oleh dokter juga sama. Dokter itu banyak macamnya. Ada yang service-nya memuaskan, ada juga yang tidak. Kalau tidak puas dengan pelayanan dokter, bisa minta 'second opinion' dari dokter lain. Bila perlu kartu BPJS-nya dipindahkan saja ke faskes 1 yang lain.
Setiap hari ratusan ribu orang peserta BPJS dilayani di seluruh Indonesia. Kalau pelayanan RS dan puskesmas tidak baik, pasti sudah gempar. Nyatanya kan tidak. Itu artinya sebagian besar pelayanan relatif memuaskan. Tentu saja masih ada keluhan dan ketidakpuasan, tidak mungkin itu ditekan hingga 0%. Tidak apa-apa, komplain juga perlu untuk meningkatkan kualitas layanan supaya lebih baik.
Yang penting, jangan main pukul rata untuk hal yang negatif. Kalau ada satu dua status ketidakpuasan di media sosial, jangan lantas dituding pelayanan BPJS dan semua RS buruk.
Wah sangat perlu disadari ini. Kebiasaan gampang menyalahkan mereka yang justru hendak memberi kemudahan ini sepertinya sudah lumayan akut.. :)
BalasHapus