Benarkah Obat yang Mengandung Alkohol Haram?
Selama ini, banyak orang yang salah kaprah memahami kata "alkohol", yang sering kali dikaitkan dengan konotasi negatif. Padahal, penting untuk diketahui bahwa tidak semua zat yang mengandung kata "alkohol" itu berhubungan dengan khamr atau minuman yang memabukkan. Sebagai contoh, Vitamin A (retinol) juga termasuk dalam golongan senyawa yang memiliki gugus alkohol dalam strukturnya, padahal kita tahu bahwa Vitamin A memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh kita.
Dalam konteks ilmu kimia, alkohol adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan gugus tertentu yang terkandung dalam suatu senyawa. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam membedakan antara kata "alkohol" yang merujuk pada gugus kimia dengan istilah "minuman beralkohol" yang lebih sering diasosiasikan dengan sesuatu yang memabukkan. Secara sederhana, alkohol dalam bentuknya yang murni tidak dapat langsung dianggap sebagai khamr, karena zat tersebut tidak memiliki efek memabukkan secara langsung. Namun, apabila alkohol tersebut dicampur dengan bahan-bahan lain yang dapat mengubah sifatnya, maka ia bisa bertransformasi menjadi khamr, seperti yang terdapat pada minuman beralkohol.
Sebagai ilustrasi yang lebih sederhana, mari kita lihat contoh beberapa obat batuk yang mengandung alkohol sebagai bagian dari komposisinya. Insya Allah, mengonsumsi obat batuk yang mengandung alkohol dalam jumlah yang sangat kecil tidak akan menimbulkan masalah, karena kandungan alkohol tersebut tidak termasuk dalam kategori khamr yang memabukkan. Meski demikian, jika seseorang merasa lebih nyaman atau khawatir, tentu tidak ada masalah untuk mencari obat batuk yang tidak mengandung alkohol sama sekali. Pilihan tersebut tetap diperbolehkan dan sah-sah saja.
Secara kimiawi, alkohol adalah sekelompok senyawa yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dalam strukturnya. Berdasarkan hal ini, kita bisa menyebut berbagai macam zat yang mengandung gugus hidroksil sebagai "alkohol". Salah satu contoh alkohol yang sering ditemukan dalam obat-obatan adalah ethanol, yang merupakan salah satu jenis alkohol yang digunakan dalam pembuatan obat batuk. Sebagai tambahan, jika kita terus-menerus menganggap bahwa semua jenis alkohol adalah khamr dan haram, kita akan mengalami kesulitan dalam memahami fakta-fakta ilmiah yang ada. Misalnya, Vitamin A (retinol) yang kita ketahui memiliki banyak manfaat kesehatan, termasuk dalam menjaga kesehatan mata, juga merupakan senyawa alkohol karena mengandung gugus hidroksil. Jika kita mengharamkan alkohol dalam segala bentuknya, maka kita juga seharusnya mengharamkan semua makanan yang mengandung Vitamin A—dan Anda pasti tahu makanan apa saja yang kaya akan vitamin A, seperti wortel, hati ayam, atau sayuran berwarna hijau gelap.
Dengan penjelasan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pernyataan "Obat mengandung alkohol yang memabukkan" itu sebenarnya kurang tepat, karena tidak semua obat mengandung alkohol, dan hanya sebagian kecil saja yang memang mengandungnya. Bahkan di antara obat-obatan yang mengandung alkohol, kandungan alkohol tersebut sering kali sangat kecil dan tidak berpengaruh signifikan terhadap efek obat itu sendiri.
Pembuatan obat-obatan oleh produsen farmasi, baik itu obat resep maupun obat bebas, harus mengikuti prosedur yang ketat dan terstandarisasi, yang dikenal dengan nama Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Manufacturing Practices (GMP), serta Good Laboratory Practices (GLP). Semua prosedur ini adalah syarat yang harus dipenuhi oleh produsen obat yang diaudit oleh Badan POM RI sebelum suatu obat bisa beredar di pasaran. Oleh karena itu, ketika suatu obat sudah dipasarkan dan mendapatkan izin edar dari Badan POM, kita dapat yakin bahwa obat tersebut telah diproduksi dengan mengikuti standar yang aman, higienis, dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang mengutamakan kesehatan.
Berikut ini beberapa fatwa ulama yang membolehkan penggunaan obat yang mengandung alkohol, yang kami kutip dari situs muslimafiyah.com. Penjelasan ulama ini menunjukkan bahwa tidak semua alkohol itu bersifat memabukkan, dan ada alasan-alasan tertentu mengapa obat yang mengandung alkohol tetap boleh digunakan:
Tidak semua alkohol adalah khamr: Dalam ilmu kimia, alkohol adalah istilah untuk gugus senyawa tertentu yang memiliki berbagai macam jenis. Khamr sendiri memiliki dua syarat utama: pertama, ia harus menghilangkan atau mengurangi kemampuan akal, dan kedua, ia memberikan efek nikmat atau "fly". Oleh karena itu, ulama tidak menganggap obat-obatan bius atau alkohol dalam jumlah kecil sebagai khamr, karena alkohol yang ada pada disinfektan atau hand sanitizer, jika diminum, justru dapat berbahaya bagi tubuh dan bisa mengancam jiwa, bukan memabukkan.
Jumlah alkohol yang terkandung dalam obat sangat kecil: Dalam banyak kasus, kandungan alkohol dalam obat-obatan sangat rendah sehingga tidak memberikan pengaruh atau sifat memabukkan dalam larutan tersebut. Artinya, meskipun ada alkohol dalam obat tersebut, ia tidak mempengaruhi tubuh dengan cara yang sama seperti khamr.
Tujuan penggunaan obat berbeda dengan tujuan mengonsumsi khamr: Yang diminum adalah obat untuk tujuan medis, bukan untuk tujuan menikmati atau menjadi pecandu. Dalam ajaran Islam, yang diharamkan adalah konsumsi khamr dengan tujuan untuk mencari kenikmatan atau kecanduan, bukan obat yang dikonsumsi untuk mengobati suatu penyakit.
Kaedah darurat: Jika obat yang mengandung alkohol adalah satu-satunya pilihan yang tersedia dan tidak ada alternatif lain yang lebih baik atau aman, maka dalam kondisi darurat, ulama membolehkan penggunaannya. Namun, jika ada obat lain yang tidak mengandung alkohol dan memiliki manfaat yang sama, maka tentu lebih baik memilih obat yang lebih aman.
Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda dapat merujuk kepada situs Profesor Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah, yang menjelaskan secara rinci tentang masalah ini di halaman berikut:
http://ibn-jebreen.com/cache/webpages/0fe8323b30cafe482d1f28f04efef2e3.html
Semoga dengan penjelasan ini, kita dapat lebih memahami bahwa tidak semua "alkohol" itu haram atau khamr. Dengan begitu, kita bisa terhindar dari kesalahpahaman dan memiliki pandangan yang lebih jelas mengenai topik ini.
Kalo ga salah, jika sudah tidak ada obat lagi untuk mengobati penyakit, alkohol yang terdapat pada obat boleh digunakan dan hukumnya jadi halal kalo benar" untuk pengobatan
BalasHapus