Pasien Juga Harus Memahami Dokter di Era BPJS Kesehatan
Pernah merasa kecewa saat berkonsultasi dengan dokter di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan? Banyak pasien yang merasa tidak puas, dan ada beberapa alasan yang mungkin menyebabkan hal ini. Misalnya, pasien harus menunggu lama di loket jaminan dan di ruang tunggu dokter, bahkan terkadang seharian. Begitu bertemu dokter, pasien merasa langsung disuruh keluar setelah urusan selesai. Selain itu, masih ada masalah lainnya, seperti antrian jadwal operasi yang sangat lama, rumah sakit yang menolak merawat pasien dengan alasan ruang perawatan penuh, dan banyak lagi.
Sebagai pasien, kita tentu ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Namun, di era BPJS ini, kenapa banyak hal buruk yang bisa terjadi? Di mana letak profesionalisme seorang dokter?
"Profesionalisme" dalam dunia kedokteran bisa disederhanakan dengan hal-hal berikut:
- Meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pasien,
- Melakukan pemeriksaan yang lengkap dan cermat,
- Melakukan tes tambahan jika diperlukan,
- Menegakkan diagnosis yang tepat,
- Menyusun diagnosis banding (kemungkinan penyakit lain),
- Meresepkan obat dengan tulisan yang jelas dan terbaca oleh apoteker,
- Menjelaskan manfaat obat serta efek samping yang mungkin terjadi,
- Memberikan penjelasan tentang prognosis penyakit,
- Menyampaikan cara pencegahan di masa depan,
- Memberikan informasi kapan pasien harus kembali jika ada masalah lain,
- Menjawab pertanyaan pasien dengan baik, bahkan jika pertanyaannya harus dijawab berulang kali karena pasien tidak mengerti,
- Memberikan motivasi dan semangat agar pasien bisa menghadapi masa sakitnya dengan baik.
Semua dokter tentunya ingin menjalankan profesionalisme seperti ini. Sebenarnya, untuk bisa profesional tidak membutuhkan waktu lama. Satu pasien hanya memerlukan sekitar 30-45 menit. Dalam sehari, jika jam kerja dokter di poli adalah 6,5 jam (dari jam 7:30-14:00), maka seorang dokter hanya dapat memeriksa sekitar 13 pasien per hari. Jika ini yang terjadi, tentu saja pasien yang menunggu sejak pagi akan merasa marah besar, karena mereka sudah lama mengantri tetapi tidak kebagian jatah berobat. Di sisi lain, jumlah pasien yang datang semakin membludak, tetapi tidak ada penambahan jumlah dokter karena ruangannya sudah penuh.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan profesionalisme? Di mata masyarakat awam, profesionalisme mungkin diartikan dengan "Pokoknya apa yang saya inginkan harus saya dapatkan." Jika tidak, ya, pasti orang lain yang salah. Mirip dengan sikap anak remaja yang manja, bukan?
Kita semua tahu kondisi di lapangan saat ini, namun sedikit yang ingin memahami latar belakangnya dan mencari solusi untuk masalah tersebut. Banyak yang mengaku memperjuangkan dan mengadvokasi pelayanan yang maksimal, tetapi sedikit yang berfokus pada bagaimana regulasi pemerintah bisa mendukung pelayanan yang optimal.
Contoh nyata:
- Adakah yang mengadvokasi agar alat kesehatan tidak dikenakan pajak barang mewah, supaya biaya pengobatan bisa lebih terjangkau?
- Adakah yang mengadvokasi agar tarif JKN direview agar rumah sakit tipe C dan D bisa melayani lebih banyak kasus, sehingga rumah sakit tipe A dan B tidak kewalahan?
- Adakah yang mengadvokasi agar segera dibangun rumah sakit baru untuk menampung lonjakan pasien?
- Adakah yang mengadvokasi agar pemerintah daerah menyediakan dana untuk membangun ruang ICU atau NICU yang selalu penuh?
- Atau mungkin ada advokasi agar ada regulasi yang melarang orang miskin merokok, sehingga mereka bisa menggunakan uangnya untuk membeli makanan bergizi dan menjaga kesehatan keluarga?
Masih banyak lagi solusi yang bisa kita perjuangkan untuk mengatasi masalah dari akar penyebabnya. Sebelum memulai advokasi, lebih baik kita cari tahu dulu latar belakang masalahnya, agar advokasi kita lebih tepat sasaran.
Posting Komentar untuk "Pasien Juga Harus Memahami Dokter di Era BPJS Kesehatan"