BPJS Haram: Bagaimana Menyikapinya?
Cuplikan Fatwa MUI BPJS Kesehatan Haram |
Beberapa hari terakhir, muncul perdebatan hangat mengenai anggapan bahwa BPJS Kesehatan dianggap haram. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi hal ini?
Jika merujuk pada situasi serupa seperti Jamsostek di masa lalu, di mana keikutsertaan bersifat wajib dan tidak dapat dihindari, sikap minimal yang bisa diambil adalah mengingkari dalam hati. Terlebih lagi, bagi pasien tidak mampu yang membutuhkan biaya besar untuk pengobatan, semoga ada kelonggaran dan pertimbangan yang memadai.
Kami berharap pemerintah dapat terus memperbaiki sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar lebih sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai tambahan, pandangan dari dr. Erta Priadi Wirawijaya yang diunggah melalui akun Facebook-nya pada tanggal 29 Juli mengkritisi sistem JKN yang berjalan saat ini, memberikan masukan penting untuk perbaikan ke depannya.
Berikut adalah kutipannya:
BPJS diharamkan MUI. Walah padahal saya selalu menyarankan ke pasien kalau ngga sanggup berobat rutin dengan biaya sendiri ikutan BPJS saja. Hmm... terus sekarang dah banyak lagi RS Islam dah kerja sama dengan BPJS... dilematis.
Tapi secara pribadi saya setuju dengan keputusan para ulama ini karena beberapa hal. Antara lain:
1. Ada unsur pemaksaan. Pada 2019 masyarakat, perusahaan, bahkan seluruh fasilitas kesehatan harus sudah ikut. Padahal belum tentu perlu dan diuntungkan dengan ikutnya. Banyak perusahaan sudah punya jaminan kesehatan sendiri yang dinilai lebih baik, tapi kini terpaksa mengikutkan karyawannya ke BPJS kesehatan. Banyak karyawan perusahaan yang tadinya punya sistem kesehatan sendiri yang lebih nyaman kini keberatan karena harus ikut BPJS.
2. Ada unsur penipuan. Anda ketika gabung BPJS selalu dibilang semua ditanggung kan? Sebagai dokter yang melayani dalam sistem ini bisa saya bilang tidak demikian. RS memang harus melayani semua jenis penyakit tanpa memungut biaya lagi, namun kalau biaya pemeriksaan, perawatan, obatnya jauh lebih besar dari tarif yang diberikan BPJS -dan percayalah dengan tarif yang masih rendah saat ini untuk beberapa kasus tertentu, hal ini banyak terjadi. Otomatis RS akan menyesuaikan, misal harusnya diperiksa A, B, C jadi tidak. Harusnya rawat ruang intensif jadi rawat ruang biasa, harusnya dikerjakan tindakan A jadi tidak dikerjakan. Hal hal ini tidak diutarakan ke anda sebagai peserta. Anda hanya tahunya pemeriksaan harus dicicil tidak bisa sekaligus, ruangan tidak tersedia, atau mendadak dirujuk ke RS lain yang lebih besar. Semua ini pastinya tidak tertulis di perjanjian kerjasamanya, seperti beli kucing dalam karung ya. Ini juga yang dipermasalahkan MUI dalam fatwanya. Akad-nya tidak jelas.
3. Ada riba. Anda ikutan jadi peserta, kemudian lupa atau telat bayar. Eh kena bunga 2%/bulan. Belum lagi jika kita bicara dimana BPJS menginvestasikan dana yang dikelolanya.
Apa lagi ya?
Membaca keputusan MUI dibawah ini kita harus tahu dulu sebagai muslim Gharar, Maisir, Riba halal atau haram? Setau saya itu haram ya. Dari keputusannya para ulama berkeputusan kalau sistem yang saat ini digunakan dalam JKN mengandung ketiga hal tersebut. Jadi sebagai muslim bisa disimpulkan sendiri ya.
Tapi cermati pula bahwa fatwa ini memiliki rekomendasi yang memberikan solusi. Solusinya ini menurut saya sangat baik dan juga realistis. Tinggal pemerintah mau atau tidak merubahnya. Sebagai dokter kami akan terus melayani walau sistemnya masih bobrok atau dianggap haram oleh MUI karena manfaatnya untuk pasien-pasien kami sangatlah besar. Pasien-pasien jantung saya 90% menggunakan BPJS dan asal mau repot sedikit, biaya pengobatan yang sangat besar jumlahnya tertutupi dengan jadi peserta BPJS. Tapi kami berharap kedepannya sistemnya bisa dibenahi sehingga kami bekerja bisa lebih optimal dalam kondisi yang lebih baik dan menunjang dibandingkan saat ini. Sudah lama loh para dokter Indonesia menyuarakan perubahan terkait sistem JKN ini tapi diacuhkan. Insya Allah kalau mau dirubah pasti bisa.
Penutup
Sebagai pasien yang sangat terbantu oleh JKN, saya memahami kekhawatiran yang disampaikan dalam artikel tersebut. Memang benar, sistem ini tidak sempurna dan masih banyak hal yang perlu dibenahi, seperti transparansi layanan dan pengelolaan dana. Namun, bagi kami yang membutuhkan biaya besar untuk pengobatan, BPJS menjadi harapan yang nyata.
Tanpa JKN, mungkin saya tidak mampu mendapatkan pengobatan yang sekarang saya jalani. Fatwa MUI tentu penting sebagai masukan, tetapi saya berharap pemerintah dapat segera menyesuaikan sistem ini agar lebih sesuai dengan prinsip syariah, tanpa menghilangkan manfaatnya bagi masyarakat kecil. Karena pada akhirnya, yang paling penting adalah akses kesehatan yang merata dan adil untuk semua.
untung saya mah dari awal juga anti BPJS.
BalasHapusakan ngikutin program pemerintah kalau negeri ini udah bubar saya mah kang
Semoga bapak sehat selalu dan terhindar dari penyakit katastropik di kemudian hari.
Hapussebenarnya banyak yg anti bpjs,tapi ada yg dipaksa untuk menggunakan bpjs,huh
BalasHapussekarang berita tentang bpjs bikin sedih.
Dilematis ya, Pak.
BalasHapusBPJS sangat membantu bagi mereka yg membutuhkan.
Dan, kantor suami saya sudah mengumpulkan berkas anggota keluarga utk BPJS, blm tahu nasibnya gimana.