Tranfusi Rutin Berkala Untuk Thalassemia

Tranfusi rutin berkala itu perkara yang banyak rumah sakit kecil mampu melakukannya. Namun, penanganan thalasemia itu bukan hanya perkara tranfusi rutin berkala saja.

Jika hanya tranfusi sekali-kali, mungkin tak akan banyak masalah yang akan terjadi. Bagaimana jika sudah menyangkut tranfusi rutin berkala, seumur hidupnya? Itu tidak sederhana lagi.

Apa saja masalah kompleks terkait transfusi rutin berkala untuk pasien thalasemia?

1. Perlu obat khelasi zat besi yang harganya jauh lebih besar dibanding semua total biaya proses lab dan tranfusi itu sendiri.

Artinya, perlu kesiapan putaran dana yang besar agar RS kecil mampu menyediakan obat khelasi zat besinya.

Belum lagi tidak bisa hanya satu jenis obat khelasi zat besi saja. Kenapa? Karena tidak setiap thaller itu bisa cocok dengan salah satu obat dari tiga jenis obat khelasi zat besi yang ada.

Bagaimana mengatasinya agar tranfusi rutin berkala bisa dilakukan di RS kecil? Yang mungkin adalah perlu kerjasama yang erat antara RS kecil dan RS besar yang mampu menyediakan obat khelasi zat besinya.

2. Tidak semua RS kecil yang labnya mampu men-cek kadar serum ferritine dalam darah.

Padahal itu hal yang perlu rutin berkala (3 bulan sekali) di cek. Itulah cek yang paling memungkinkan untuk mengendalikan kelebihan zat besinya, meski cara itu bisa dikatakan juga tidak akurat.

Jadi perlu pemantauan data ferritine yang banyak, untuk menentukan apakah dosis obat khelasi zat besinya sudah memadai atau belum.

Bagaimana jika RS itu belum mampu cek kadar ferritinenya? Lagi-lagi diperlukan kerjasama yang erat antara RS tersebut dengan RS yang lebih besar yang labnya mampu melakukan cek ferritine tersebut.

3. Seiring terus rutinnya tranfusi, tubuh si thaller bisa berkembang menjadi lebih sensitif, bahkan bisa mengembangkan suatu inkompabilitas terhadap darah segolongan.

Untuk itu, kerap thaller itu membutuhkan darah yang diolah dan diseleksi secara khusus. Tidak semua PMI di daerah mampu mengolah dan menyeleksi secara khusus tersebut.

Bagaimana mengatasinya? Perlu kerjasama yang erat antar PMI setempat dengan PMI di kota besar yang mampu melakukan olah dan seleksi khusus tersebut.


4. Kompleksitas penyakit yang bisa muncul pada thaller, terutama yang tidak bisa mengikuti penanganan thalasemia dengan baik, bisa sangat tinggi.

Kerap thaller itu tidak bisa ditangani hanya oleh dokter hematologi saja, perlu melibatkan banyak dokter dokter spesialis sesuai kompleksitas penyakit yang muncul.

Bagaimana mengatasinya? Lagi-lagi perlu suatu kerjasama yang baik antara RS setempat dengan RS yang lebih besar, yang mempunyai dokter-dokter spesialis yang memungkinkan menangani thaller tersebut.

Karena itulah, hubungan yang baik antara "thalasemia center" itu adalah suatu hal yang sangat perlu ada.

Urusan tranfusi itu kelihatannya hal yang mudah, namun tidak semua RS atau dokter yang bisa mumpuni dalam menangani thalasemia.

Semua yang saya ceritakan ini adalah point-point yang penting dalam penanganan thalasemia. Pihak penjamin dan pihak managemen RS, perlu tahu benar masalah-masalah tersebut.

Perlu suatu kerjasama yang baik antar RS, perlu kerja sama yang baik antar PMI, perlu kerja sama yang baik antar penjamin setempat, untuk mewujudkan suatu penanganan thalasemia yang baik dan benar.

[Sumber: Facebook/Tien En, Thalasemia Indonesia]