Mengenal Apa Itu Thalasemia
Thalasemia itu bukan penyakit menular, tetapi bisa di cegah dengan cara tes darah sebelum menikah....
Sudah, cukup hanya kami saja yang mengalami, kalian jangan...!!
Seorang ibu dari anak penyandang thalasemia menulis status demikian di FB. Tapi apakah Thalasemia itu ?
Simak tulisan berikut yang saya rangkum dari beberapa sumber (buku ajar dan buku pendidikan berkala kesehatan anak) :
Thalasemia adalah penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak disintesisnya (tidak dibuat/tidak dibentuknya) rantai globin alfa atau globin beta sebagai komponen molekul Hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah kompleks protein di dalam sel darah merah yang terdiri dari komponen globin, apoprotein dan gugus Heme yang mengandung besi (Fe). Fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Penyakit ini diturunkan secara genetik, umumnya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik berat (sel darah merah mudah lisis atau pecah) yang memerlukan transfusi darah seumur hidup.
Indonesia merupakan salah satu negara dalam daerah ‘ikat pinggang thalasemia’ (Thalasemia Belt), artinya Indonesia merupakan negara yang penduduknya tinggi frekuensigen thalasemianya. Thalasemia merupakan masalah kesehatan yang cukup besar dan harus ditangani serius karena sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya. Biaya pengobatan pertahunnya besar, ditambah lagi dengan beban psikologis dan psikososial yang dialami pasien dan keluarganya. Oleh karenanya penting untuk mencegah lahirnya anak thalasemia mayor dengan melakukan skrining thalasemia.
Pembagian jenis Thalasemia :
Thalasemia berdasarkan rutin atau tidaknya transfusi dibagi atas thalasemia mayor, intermedia dan minor.Berdasarkan genetik dibagi menjadi Thalasemia α, Thalasemia β dan αβ tergantung dari jenis rantai yang berkurang atau tidak disintesis atau ditemukannya hemoglobin abnormal spt HbE, HbO dsb. Secara umum yang sering digunakan untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari adalah pembagian Thalasemia Minor dan Thalasemia Mayor.
Thalasemia minor (trait, pembawa sifat)
Thalasemia minorumumnya tidak menimbulkan gejala karena tidak memberikan dampak klinis dan hidup layaknya orang normal. Ditemukan secara kebetulan ketika medical check up, nilai Hbnya sedikit lebih rendah dari normal. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan analisis Hb dan atau pemeriksaan analisis DNA.
Thalasemia mayor.
Thalasemia jenis ini membutuhkan tranfusi darah rutin, pada bentuk homozigot umumnya gejala muncul saat usia dini, yang bentuk heterozigot ganda umumnya pada usia lebih tua. Keluhan terbanyak yang membuat orang tua membawa anaknya ke dokter adalah: pucat, lemas, kuning dan anak sering sakit. Pada anak yang lebih besar didapati keluhan perut anak yang membesar, orang tua atau dokter dapat meraba tumor pada perut anaknya. Anak tampaknya lebih kecil, lebih pendek dan lebih hitam dibandingkan dengan teman seusianya atau saudaranya. Hal lain : tidak muncul tanda pubertas pada remaja, sudah pernah mendapat tranfusi berulang atau menurut orang tuanya gejala yang muncul mirip dengan kakaknya saat didiagnosis thalasemia.
Pada pemeriksaan fisis : anak pucat, ikterik (kuning), lesu, gizi kurang dan gagal tumbuh. Pada anak lebih besar selain gejala diatas dapat ditemukan hiperpigmentasi kulit, perubahan bentuk wajah (facies Cooley’s). Facies Cooley’s terjadi karena sumsum tulang pipih bekerja ekstra membentuk erirosit, rongga sumsum tulang membesar, tulang menjadi menipis dan menonjol pada bagian dahi. Terdapat organomegali (pembesaran limfa), tanda-tanda pubertas terlambat dan pertumbuhan yang terlambat. Limfa pada penderita Thalasemia bekerja berlebihan dalam membersihkan eritrosit yang rusak maupun dalam proses pembentukan eritrosit kembali, akibatnya limfa jadi membesar (splenomegali). Pada anak dengan Thalasemia yang tidak tertangani dengan baik mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi.
Komplikasi/akibat jangka panjang Thalasemia :
Komplikasi yang ada disebabkan karena transfusiyang tidak memadai yang menimbulkan penumpukan zat besi. Penumpukan zat besi tsb mengakibatkan komplikasi pada hati, organ endokrin dan jantung. Dampaknya : anak dapat mengalami keterlambatan pertumbuhan maupun pubertas, diabetes, hipertiroid,hipoparatiroid, gangguan pada jantung dan kegagalan hati.
Pemeriksaan lab/penunjang pada thalasemia.
Pada pemeriksaan laboratorium didapat Hb yang rendah (rerata 6 mg/dl). Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan eritrosit berinti atau eritrosit yang pecah pecah (fragmentasi). Dokter yang memeriksa akan menyingkirkan penyakit anemia oleh sebab yang lain, sebelum ,mengarah pada diagnosa sebagai Thalasemia.
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan analisis Hb (hemoglobin) dimana kadar HbF meningkat diatas 10 % bahkan sampai 90%.
Terapi/Tatalaksana Thalasemia :
Sampai saat sekarang belum ada terapi yang bersifat penyembuhan atau kuratif, hanya bersifat simtomatik al :
1.Transfusi sel darah merah atau PRC (Packed Red Cell) : oleh karena penyebab utamanya adalah kegagalan sintesis rantai globin (pembentuk hemoglobin) maka setiap eritrosit yang terbentuk selalu mengalami hemolisis, terjadilah anemia sehingga butuh tranfsusi sel darah merrah berupa Packed Red Cell (PRC). Bila seorang anak dengan Thalasemia sudah diputuskan untuk transfusi, maka tranfusi selanjutnya sebaiknya diberikan saat Hb pra transfusi 8 g/dl untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak. Umumnya target Hb yang ingin dicapai kisaran 12-13 g/dl.
2. Medikamentosa : pemberian asam folat dan vitamin E.
3. Kelasi besi : pengikatan zat besi sebagai akibat dari seorang penyandang thalasemia sering menerima transfusi darah, diberikan jika kadar feritin serum lebih atau sama dengan 100 ng/ml atau telah menerima 10-20 x transfusi atau transfusi sebanyak 3 liter. Bisa dilakukan lewat suntikan maupun oral.
4. Splenektomi : operasi pengangkatan limfa, dilakukan bila limfa sudah sangat besar dan mengganggu. Limfa pada penderita Thalasemia membesar karena bekerja berlebihan dalam membersihkan eritrosit yang rusak maupun dalam proses pembentukan eritrosit baru.
Pencegahan Thalasemia.
Mengingat sampai sekarang belum ada terapi definitif yang dapat menyembuhkannya dan pengobatan Thalasemia (transfusi sel darah merah) berlangsung seumur hidup serta mahal, maka upaya pencegahan adalah langkah terbaik yang harus dilakukan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penapisan atau skrining. Penapisan bertujuan untuk mengidentifikasi orang per orang sehingga terhindar dari kelahiran anak dengan Thalasemia mayor yang membutuhkan transfusi berkala seumur hidup. Idealnya penapisan dilakukan sebelum pernikahan.
Ada 2 macam skrining :
1. Skrining massal (prospektif) yang dilakukan pada kapan saja atau setidaknya pada usia subur, dapat juga pada populasi tertentu : pasangan yang akan bernikah atau yang berencana punya anak (prahamil).
2. Skiring retrospektif : skiring yang dilakukan pada keluarga yang sudah memiliki anak dengan Thalasemia mayor atau salah satu anggota keluarga pembawa sifat thalasemia (thalasemia minor,trait).
WHO memberikan rekomendasi, dilakukan skrining terhadap :
1. Penduduk di negara-negara yang tinggi frekuensi gen thalasemianya seperti di Indonesia.
2. Pasangan yang diketahui beresiko tinggi mendapat anak dengan thalasemia mayor.
3. Skrining pra perkawinan.
4. Keluarga resiko tinggi : keluarga yang telah memiliki anak thalasemia mayor atau diketahui sebagai pembawa sifat (thalasemia minor, trait)
Penapisan dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi lengkap dan pemeriksaan analisis Hb.
Dari hasil skrining tsb dapat diketahui peluang pasangan suami istri untuk anaknya terkena thalasemia, pembawa sifat (thalasemia minor) saja atau sehat.
Semoga manfaat.
[Disadur dari catatan FB dr Mohammad Muchlis berjudul "Mengenal apa itu Thalasemia"]
Sudah, cukup hanya kami saja yang mengalami, kalian jangan...!!
Seorang ibu dari anak penyandang thalasemia menulis status demikian di FB. Tapi apakah Thalasemia itu ?
Simak tulisan berikut yang saya rangkum dari beberapa sumber (buku ajar dan buku pendidikan berkala kesehatan anak) :
Thalasemia adalah penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak disintesisnya (tidak dibuat/tidak dibentuknya) rantai globin alfa atau globin beta sebagai komponen molekul Hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah kompleks protein di dalam sel darah merah yang terdiri dari komponen globin, apoprotein dan gugus Heme yang mengandung besi (Fe). Fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Penyakit ini diturunkan secara genetik, umumnya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik berat (sel darah merah mudah lisis atau pecah) yang memerlukan transfusi darah seumur hidup.
Indonesia merupakan salah satu negara dalam daerah ‘ikat pinggang thalasemia’ (Thalasemia Belt), artinya Indonesia merupakan negara yang penduduknya tinggi frekuensigen thalasemianya. Thalasemia merupakan masalah kesehatan yang cukup besar dan harus ditangani serius karena sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya. Biaya pengobatan pertahunnya besar, ditambah lagi dengan beban psikologis dan psikososial yang dialami pasien dan keluarganya. Oleh karenanya penting untuk mencegah lahirnya anak thalasemia mayor dengan melakukan skrining thalasemia.
Pembagian jenis Thalasemia :
Thalasemia berdasarkan rutin atau tidaknya transfusi dibagi atas thalasemia mayor, intermedia dan minor.Berdasarkan genetik dibagi menjadi Thalasemia α, Thalasemia β dan αβ tergantung dari jenis rantai yang berkurang atau tidak disintesis atau ditemukannya hemoglobin abnormal spt HbE, HbO dsb. Secara umum yang sering digunakan untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari adalah pembagian Thalasemia Minor dan Thalasemia Mayor.
Thalasemia minor (trait, pembawa sifat)
Thalasemia minorumumnya tidak menimbulkan gejala karena tidak memberikan dampak klinis dan hidup layaknya orang normal. Ditemukan secara kebetulan ketika medical check up, nilai Hbnya sedikit lebih rendah dari normal. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan analisis Hb dan atau pemeriksaan analisis DNA.
Thalasemia mayor.
Thalasemia jenis ini membutuhkan tranfusi darah rutin, pada bentuk homozigot umumnya gejala muncul saat usia dini, yang bentuk heterozigot ganda umumnya pada usia lebih tua. Keluhan terbanyak yang membuat orang tua membawa anaknya ke dokter adalah: pucat, lemas, kuning dan anak sering sakit. Pada anak yang lebih besar didapati keluhan perut anak yang membesar, orang tua atau dokter dapat meraba tumor pada perut anaknya. Anak tampaknya lebih kecil, lebih pendek dan lebih hitam dibandingkan dengan teman seusianya atau saudaranya. Hal lain : tidak muncul tanda pubertas pada remaja, sudah pernah mendapat tranfusi berulang atau menurut orang tuanya gejala yang muncul mirip dengan kakaknya saat didiagnosis thalasemia.
Pada pemeriksaan fisis : anak pucat, ikterik (kuning), lesu, gizi kurang dan gagal tumbuh. Pada anak lebih besar selain gejala diatas dapat ditemukan hiperpigmentasi kulit, perubahan bentuk wajah (facies Cooley’s). Facies Cooley’s terjadi karena sumsum tulang pipih bekerja ekstra membentuk erirosit, rongga sumsum tulang membesar, tulang menjadi menipis dan menonjol pada bagian dahi. Terdapat organomegali (pembesaran limfa), tanda-tanda pubertas terlambat dan pertumbuhan yang terlambat. Limfa pada penderita Thalasemia bekerja berlebihan dalam membersihkan eritrosit yang rusak maupun dalam proses pembentukan eritrosit kembali, akibatnya limfa jadi membesar (splenomegali). Pada anak dengan Thalasemia yang tidak tertangani dengan baik mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi.
Komplikasi/akibat jangka panjang Thalasemia :
Komplikasi yang ada disebabkan karena transfusiyang tidak memadai yang menimbulkan penumpukan zat besi. Penumpukan zat besi tsb mengakibatkan komplikasi pada hati, organ endokrin dan jantung. Dampaknya : anak dapat mengalami keterlambatan pertumbuhan maupun pubertas, diabetes, hipertiroid,hipoparatiroid, gangguan pada jantung dan kegagalan hati.
Pemeriksaan lab/penunjang pada thalasemia.
Pada pemeriksaan laboratorium didapat Hb yang rendah (rerata 6 mg/dl). Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan eritrosit berinti atau eritrosit yang pecah pecah (fragmentasi). Dokter yang memeriksa akan menyingkirkan penyakit anemia oleh sebab yang lain, sebelum ,mengarah pada diagnosa sebagai Thalasemia.
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan analisis Hb (hemoglobin) dimana kadar HbF meningkat diatas 10 % bahkan sampai 90%.
Terapi/Tatalaksana Thalasemia :
Sampai saat sekarang belum ada terapi yang bersifat penyembuhan atau kuratif, hanya bersifat simtomatik al :
1.Transfusi sel darah merah atau PRC (Packed Red Cell) : oleh karena penyebab utamanya adalah kegagalan sintesis rantai globin (pembentuk hemoglobin) maka setiap eritrosit yang terbentuk selalu mengalami hemolisis, terjadilah anemia sehingga butuh tranfsusi sel darah merrah berupa Packed Red Cell (PRC). Bila seorang anak dengan Thalasemia sudah diputuskan untuk transfusi, maka tranfusi selanjutnya sebaiknya diberikan saat Hb pra transfusi 8 g/dl untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak. Umumnya target Hb yang ingin dicapai kisaran 12-13 g/dl.
2. Medikamentosa : pemberian asam folat dan vitamin E.
3. Kelasi besi : pengikatan zat besi sebagai akibat dari seorang penyandang thalasemia sering menerima transfusi darah, diberikan jika kadar feritin serum lebih atau sama dengan 100 ng/ml atau telah menerima 10-20 x transfusi atau transfusi sebanyak 3 liter. Bisa dilakukan lewat suntikan maupun oral.
4. Splenektomi : operasi pengangkatan limfa, dilakukan bila limfa sudah sangat besar dan mengganggu. Limfa pada penderita Thalasemia membesar karena bekerja berlebihan dalam membersihkan eritrosit yang rusak maupun dalam proses pembentukan eritrosit baru.
Pencegahan Thalasemia.
Mengingat sampai sekarang belum ada terapi definitif yang dapat menyembuhkannya dan pengobatan Thalasemia (transfusi sel darah merah) berlangsung seumur hidup serta mahal, maka upaya pencegahan adalah langkah terbaik yang harus dilakukan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penapisan atau skrining. Penapisan bertujuan untuk mengidentifikasi orang per orang sehingga terhindar dari kelahiran anak dengan Thalasemia mayor yang membutuhkan transfusi berkala seumur hidup. Idealnya penapisan dilakukan sebelum pernikahan.
Ada 2 macam skrining :
1. Skrining massal (prospektif) yang dilakukan pada kapan saja atau setidaknya pada usia subur, dapat juga pada populasi tertentu : pasangan yang akan bernikah atau yang berencana punya anak (prahamil).
2. Skiring retrospektif : skiring yang dilakukan pada keluarga yang sudah memiliki anak dengan Thalasemia mayor atau salah satu anggota keluarga pembawa sifat thalasemia (thalasemia minor,trait).
WHO memberikan rekomendasi, dilakukan skrining terhadap :
1. Penduduk di negara-negara yang tinggi frekuensi gen thalasemianya seperti di Indonesia.
2. Pasangan yang diketahui beresiko tinggi mendapat anak dengan thalasemia mayor.
3. Skrining pra perkawinan.
4. Keluarga resiko tinggi : keluarga yang telah memiliki anak thalasemia mayor atau diketahui sebagai pembawa sifat (thalasemia minor, trait)
Penapisan dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi lengkap dan pemeriksaan analisis Hb.
Dari hasil skrining tsb dapat diketahui peluang pasangan suami istri untuk anaknya terkena thalasemia, pembawa sifat (thalasemia minor) saja atau sehat.
Semoga manfaat.
[Disadur dari catatan FB dr Mohammad Muchlis berjudul "Mengenal apa itu Thalasemia"]
Posting Komentar untuk "Mengenal Apa Itu Thalasemia"