Kenali Obstructive Sleep Apnea (OSA): Gangguan Tidur yang Sering Tak Terdiagnosis

Salah satu masalah kesehatan yang sering terabaikan adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA). Gangguan ini terjadi ketika saluran napas tersumbat total saat tidur. Biasanya, OSA dialami oleh orang yang memiliki sumbatan saluran napas sebagian—contohnya, mereka yang suka mendengkur.

Saat saluran napas tersumbat, udara tidak bisa masuk, dan kadar oksigen dalam darah pun turun. Sebagai respons, tubuh otomatis memproduksi hormon untuk meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Hal ini juga membuat tahapan tidur terganggu. Walaupun Anda tidak sadar, orang lain mungkin melihat Anda tidur sambil mendengkur, berhenti bernapas sesaat, lalu gelisah atau mengubah posisi untuk membuka kembali saluran napas. Siklus ini terus berulang sepanjang malam. Semakin sering terjadi, semakin berat tingkat OSA-nya.

Idealnya, tidur adalah waktu tubuh untuk beristirahat. Namun, jika Anda memiliki OSA, tidur justru seperti melakukan olahraga berat tiap malam. Kondisi ini membuat jantung Anda harus bekerja ekstra, yang tentunya tidak baik untuk kesehatan.

Gejala OSA yang Perlu Diwaspadai

Gejala OSA sangat bervariasi, tergantung seberapa berat gangguan ini. Penderita biasanya merasa lemas dan mengantuk sepanjang hari. Pada kasus yang parah, rasa kantuk bisa begitu hebat hingga membuat Anda tertidur di tempat kerja atau bahkan saat mengemudi—yang tentu sangat berbahaya.

Selain itu, kekurangan oksigen yang terjadi berulang kali saat tidur (hipoksia) bisa menimbulkan gejala lain, seperti:

  • Sakit kepala, terutama saat bangun tidur.
  • Penurunan fungsi kognitif, seperti sulit berkonsentrasi atau mudah lupa.
  • Mudah lelah meskipun tidur cukup lama.

Dampak Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Jantung

Sleep apnea memberikan tekanan besar pada jantung. Tidak jarang, penderitanya baru menyadari masalah ini ketika sudah mengalami gangguan serius pada jantung, seperti gangguan irama atau bahkan gagal jantung. Gangguan irama jantung, seperti atrial dan ventricular extrasystole, nonsustained ventricular tachycardia (VT), sinus arrest, atau AV block, ditemukan pada 30–50% kasus OSA.

Jika OSA dibiarkan tanpa pengobatan, jantung secara perlahan bisa membengkak, rusak, dan kehilangan fungsinya. Lebih buruknya lagi, penderita OSA berat memiliki risiko tinggi meninggal mendadak akibat henti jantung. Saat ini, OSA sudah diakui sebagai salah satu faktor risiko independen untuk penyakit jantung. Oleh karena itu, penting sekali untuk mendeteksi dan menangani OSA sedini mungkin.

Bagaimana Cara Mengatasi OSA?

Langkah pertama adalah diagnosis. Saat ini, prevalensi OSA di populasi umum diperkirakan sekitar 4–5%. Di negara maju saja, 90% kasus masih belum terdiagnosis. Dengan angka tersebut, diperkirakan ada sekitar 12,5 juta orang di Indonesia yang mengalami OSA, dan sebagian besar—bahkan mungkin 99%—belum terdiagnosis.

Kenapa Banyak Kasus OSA Tidak Terdiagnosis?

Diagnosis pasti untuk OSA dan penentuan kebutuhan terapi Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dilakukan melalui pemeriksaan polysomnography (PSG) atau sleep study. Dalam tes ini, sejumlah alat monitor akan dipasang pada tubuh Anda, dan Anda diminta untuk tidur. Selama tidur, berbagai parameter akan dipantau, seperti:

  • Aktivitas otot (EMG).
  • Gerakan bola mata (EOG).
  • Aktivitas otak (EEG).
  • Rekam jantung (EKG).
  • Saturasi oksigen.
  • Tekanan darah.
  • Frekuensi dengkuran.
  • Saturasi karbon dioksida di akhir napas (end-tidal CO2).

Hasilnya akan menunjukkan seberapa sering episode apnea terjadi dalam satu jam, seberapa tinggi tekanan darah Anda saat tidur, hingga apakah ada gangguan irama jantung yang berbahaya.

Namun, pemeriksaan PSG memiliki beberapa tantangan. Karena banyaknya parameter yang harus dipantau, alat yang dibutuhkan cukup kompleks dan mahal. Pemeriksaan ini juga hanya bisa dilakukan satu kali sehari (kecuali jika pasien tidur di siang hari). Akibatnya, tidak banyak rumah sakit yang menyediakan fasilitas PSG, dan jika ada, biayanya pun tergolong mahal.

Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mengatasi OSA Tanpa Pengobatan?

Semakin berat badan Anda, semakin besar kemungkinan untuk mengalami sleep apnea. Oleh karena itu, penting untuk menjaga berat badan tetap ideal. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan risiko sleep apnea, jadi sebaiknya hindari kebiasaan ini. Jika Anda merasa sangat lelah dan tidur terlalu dalam, kemungkinan mengalami sleep apnea juga meningkat. Maka, pastikan Anda mendapatkan istirahat yang cukup dan hindari mengonsumsi obat tidur.

Posisi tidur juga mempengaruhi, di mana tidur telentang dapat meningkatkan risiko sleep apnea. Cobalah tidur miring ke sisi kanan, sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Hubungan OSA dengan Hipertensi

Salah satu fakta menarik tentang Obstructive Sleep Apnea adalah kaitannya dengan penyakit mematikan lainnya, yaitu hipertensi (tekanan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada penderita OSA berkisar antara 35% hingga 80%. Semakin berat sleep apnea, semakin besar kemungkinan seseorang mengidap hipertensi. Sebaliknya, sekitar 4 dari 10 penderita hipertensi ternyata juga mengalami OSA.

Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan evaluasi terhadap kemungkinan OSA pada pasien dengan obesitas, hipertensi, atau penyakit jantung.

Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat meningkatkan kesadaran Anda tentang bahaya Obstructive Sleep Apnea.

PasienSehat
PasienSehat Hai, saya pasien biasa yang suka nulis blog buat berbagi dan belajar bareng. Lewat tulisan ini, saya berharap kita bisa saling mendukung, bertukar ide, dan tumbuh bersama.

Posting Komentar untuk "Kenali Obstructive Sleep Apnea (OSA): Gangguan Tidur yang Sering Tak Terdiagnosis"