Resistensi Antibiotik: Kenapa Kita Harus Lebih Bijak dalam Penggunaannya
World Antibiotic Awareness Week 2015 |
Dalam rangka memperingati World Antibiotic Awareness Week (#WAAW2015), ada beberapa fakta penting yang perlu kita ketahui mengenai pentingnya bijak dalam penggunaan antibiotik guna mencegah resistensi antibiotik yang semakin meningkat.
Pernahkah kamu diberikan antibiotik sebelum menjalani operasi? Itu disebut antibiotik profilaksis, yang merupakan praktik standar untuk pasien yang menjalani operasi atau perawatan kanker. Tujuan pemberian antibiotik ini adalah untuk mencegah infeksi dan bahkan kematian.
Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Lancet menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, sekitar 50% infeksi yang terjadi setelah operasi, dan lebih dari 25% infeksi pasca kemoterapi, disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal terhadap antibiotik profilaksis yang biasa digunakan. Bayangkan, kalau bakteri sudah kebal, lalu bagaimana lagi cara mengobatinya? Prosedur operasi atau kemoterapi yang sebelumnya dianggap aman, menjadi sangat berisiko apabila pasien sudah resisten terhadap antibiotik.
Inilah mengapa kita harus lebih bijak dalam menggunakan antibiotik. Salah satu langkah penting adalah menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
Lalu, bagaimana dengan penggunaan antibiotik di Indonesia? Dikutip dari artikel yang dimuat di Medan Bisnis Daily, masih banyak masyarakat yang menggunakan antibiotik tanpa resep yang tepat. Bahkan, angka resistensi bakteri akibat penyalahgunaan antibiotik di Sumatera Utara sudah mencapai tingkat yang sangat kritis, dengan sekitar 60% pasien penderita infeksi mengalami resistensi antibiotik.
Kondisi ini tentunya menjadi tantangan besar bagi tenaga kesehatan dalam menentukan pilihan terapi antibiotik yang tepat, terutama di rumah sakit. Pasien yang resisten terhadap antibiotik akan mengalami banyak kerugian, seperti lama masa perawatan yang lebih panjang, biaya pengobatan yang lebih mahal, bahkan peningkatan angka kematian.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib melaksanakan program ini secara optimal dan melaporkan hasilnya ke Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan.
Namun, masih ada saja dokter yang meresepkan antibiotik tanpa pertimbangan yang tepat, bahkan untuk anak-anak, meskipun tidak diperlukan. Contohnya adalah pemberian antibiotik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti flu, yang jelas tidak akan efektif dengan antibiotik.
Menariknya, sebuah penelitian yang dilakukan di Pennsylvania, AS, menunjukkan bahwa meskipun sebelumnya banyak dokter yang meresepkan antibiotik karena desakan orang tua, penelitian terbaru menemukan bahwa ternyata orang tua tidak meminta antibiotik pada dokter saat anak mereka sakit. Orang tua datang ke dokter untuk mencari tahu masalah kesehatan anak mereka dan mempercayakan saran pengobatan yang diberikan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam IDWeek 2015 ini tidak menemukan korelasi antara pengakuan dokter dan orang tua. Peneliti menduga, mungkin saja dokter terkadang terburu-buru memberikan resep karena banyaknya pasien yang harus ditangani dalam waktu singkat. Dalam situasi tersebut, dokter mungkin tidak memiliki waktu untuk mengedukasi orang tua tentang mengapa penggunaan antibiotik tidak selalu diperlukan untuk setiap penyakit.
Dengan memahami fakta-fakta ini, kita bisa lebih bijak dalam menggunakan antibiotik dan ikut serta dalam upaya mencegah resistensi antibiotik yang bisa sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Posting Komentar untuk "Resistensi Antibiotik: Kenapa Kita Harus Lebih Bijak dalam Penggunaannya"