Mengenal Multiple Sclerosis: Dari Gejala Hingga Terapi dan Dukungan Komunitas
Multiple Sclerosis |
Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit autoimun kronis yang menyerang lapisan pelindung (myelin) pada otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan muda, dengan perbandingan risiko antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.
Di Indonesia, MS termasuk penyakit langka jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa atau Amerika. Meskipun begitu, MS dapat menyebabkan kecacatan yang cukup parah.
1. Klasifikasi Multiple Sclerosis (MS)
MS dibagi menjadi empat tipe utama:
1. Relapsing Remitting MS (RRMS)
Pada tipe ini, pasien mengalami gejala yang datang dan pergi (remisi dan eksaserbasi). Pada awalnya, remisi bisa terjadi dengan pemulihan yang sempurna. Namun, jika serangan sering terjadi, remisi bisa meninggalkan gejala sisa. RRMS adalah tipe MS yang paling sering ditemukan.
2. Secondary Progressive MS (SPMS)
Tipe ini merupakan kelanjutan dari RRMS yang semakin progresif. Gejala klinis menjadi semakin berat, baik saat relaps maupun di luar fase relaps.
3. Primary Progressive MS (PPMS)
Pada PPMS, gejala neurologis berkembang secara progresif tanpa adanya fase remisi atau relaps. Tipe ini lebih jarang dibandingkan dengan RRMS.
4. Primary Relapsing MS (PRMS)
PRMS memperlihatkan gejala neurologis yang progresif, namun masih ada fase relaps di antara periode progresi tersebut.
2. Gejala Multiple Sclerosis (MS)
Gejala MS dapat bervariasi pada setiap pasien, dan bahkan bisa berbeda setiap harinya. Beberapa gejala yang sering dialami antara lain:
- Fatigue (kelelahan berat)
- Mati rasa
- Penglihatan ganda
- Bicara cadel
- Kesulitan menelan
- Gangguan kognitif
- Tremor (gemetar)
- Vertigo (pusing berputar)
- Nyeri
- Kurangnya koordinasi
- Kelumpuhan
- Kebutaan
Gejala MS bisa sangat ringan hingga menyebabkan disabilitas berat, dan sering kali berada di antara kedua kondisi tersebut. Meskipun banyak gejalanya yang tidak terlihat secara kasat mata, MS tetap merupakan kondisi medis yang serius.
2.1 Multiple Sclerosis dan Spastisitas
Sekitar 80% pasien Multiple Sclerosis (MS) mengalami gangguan yang disebut spastisitas, yaitu kekakuan otot yang dapat muncul secara spontan atau dipicu oleh stimulasi, seperti kontraksi otot.
Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi spastisitas?
Yang terpenting adalah meyakinkan diri bahwa spastisitas dapat dikelola dan tidak berarti aktivitas akan terbatasi oleh kondisi ini.
Kerja sama dengan dokter, perawat, dan fisioterapis sangat membantu dalam mengatasi spastisitas. Latihan fisik, seperti yoga, juga dapat membantu mengurangi kekakuan otot.
Jika latihan fisik tidak cukup efektif, dokter dapat meresepkan obat-obatan untuk mengurangi spastisitas. Obat yang sering direkomendasikan untuk kondisi ini adalah Baclofen dan Gabapentin. Jika obat-obat tersebut tidak memberikan hasil yang diinginkan, alternatif lain seperti Tizanidine, Diazepam, atau Clonazepam bisa dipertimbangkan.
2.2 Neuritis Optica
Neuritis Optica adalah gangguan pada saraf mata yang seringkali menjadi gejala awal dari Multiple Sclerosis (MS). Kondisi ini terjadi akibat peradangan pada serabut saraf mata yang dipicu oleh respons imun tubuh terhadap penyakit MS.
Gejala Neuritis Optica
Gejala yang timbul meliputi:
- Penurunan ketajaman penglihatan dan nyeri di bagian belakang mata.
- Penglihatan menjadi kabur dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari.
- Pada serangan pertama, penglihatan biasanya dapat kembali normal. Namun, pada kasus berulang, kualitas penglihatan cenderung menurun dan bisa berujung pada kebutaan.
- Gangguan penglihatan warna, di mana warna-warna terlihat lebih pudar dari biasanya.
- Gangguan penglihatan semakin parah saat aktivitas fisik atau saat terpapar panas.
- Pasien juga dapat melihat kilatan-kilatan cahaya.
Pengobatan Neuritis Optica
Pengobatan utama untuk Neuritis Optica adalah dengan kortikosteroid. Dokter akan memberikan kortikosteroid dosis tinggi selama 3-5 hari, dan proses ini dilakukan di bawah pengawasan ketat.
Neuritis Optica pada MS dan NMO
Neuritis Optica tidak hanya bisa menjadi gejala awal MS, tetapi juga dapat terjadi pada Neuromyelitis Optica (NMO). Pada NMO, gejala Neuritis Optica biasanya lebih berat dan dapat disertai dengan kelumpuhan.
2.3 Oligoclonal Band (OCB)
Oligoclonal Band (OCB) sering kali dianggap sebagai penanda pasti dari Multiple Sclerosis (MS). Namun, apakah itu benar?
OCB adalah imunoglobulin yang ditemukan dalam cairan serebrospinal (CSF) dan merupakan respon sistem imun terhadap inflamasi di otak. Meskipun OCB dapat ditemukan pada pasien MS, hal ini tidak selalu berkorelasi langsung dengan proses demyelinisasi, yang merupakan dasar dari mekanisme MS.
OCB positif tidak hanya ditemukan pada MS, tetapi juga pada infeksi otak dan kondisi inflamasi otak lainnya. Oleh karena itu, OCB yang positif tanpa didukung oleh gejala atau tanda lain dari MS tidak bisa dijadikan dasar untuk diagnosis MS.
OCB dapat bermanfaat sebagai penunjang diagnosis MS, terutama jika gejala dan tanda klinis lainnya mendukung kemungkinan MS. OCB juga menjadi penting dalam kasus Clinically Isolated Syndrome (CIS), yaitu pada pasien dengan serangan tunggal yang dicurigai MS. Jika OCB positif pada kasus seperti ini, maka kemungkinan gejala tersebut berkembang menjadi MS di masa depan akan lebih besar.
2.4 Relaps pada Multiple Sclerosis (MS)
Pada tipe Relapsing Remitting MS (RRMS), pasien akan mengalami episode relaps beberapa kali sepanjang hidupnya, dengan frekuensi yang bervariasi.
Relaps, atau yang sering disebut juga eksaserbasi, adalah timbulnya gejala neurologis baru atau gejala lama yang memburuk dan berlangsung lebih dari 24 jam. Relaps dikatakan terjadi jika gejala tersebut muncul setidaknya 1 bulan setelah episode relaps sebelumnya.
Pada setiap episode relaps, penting untuk memastikan bahwa tidak ada penyebab lain, seperti infeksi, yang menyebabkan gejala tersebut. Jika gejala relaps disertai dengan tanda-tanda infeksi, maka infeksi pada sistem saraf pusat harus dipastikan terlebih dahulu.
Tidak semua relaps menunjukkan gejala yang jelas. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan MRI dengan kontras dapat membantu untuk memastikan diagnosis. Pada MRI, relaps sering menunjukkan lesi inflamasi aktif di otak yang terlihat lebih jelas setelah pemberian kontras.
2.5 Fatigue (Kelelahan) dan Lassitude pada Multiple Sclerosis (MS)
Fatigue atau kelelahan adalah keluhan yang sangat umum dialami oleh pasien MS. Lebih dari 80% pasien MS mengeluhkan kondisi ini.
Namun, fatigue pada MS atau yang dikenal dengan istilah Lassitude, berbeda dengan kelelahan pada umumnya. Penyebab Lassitude ini belum sepenuhnya diketahui, namun diduga proses demyelinisasi pada MS menyebabkan tubuh harus mengeluarkan lebih banyak energi untuk mendukung transmisi saraf.
Ciri-ciri Fatigue pada MS:
- Tiba-tiba dan bisa terjadi kapan saja.
- Dirasakan pada pagi hari, meskipun pasien tidur dan beristirahat dengan cukup pada malam sebelumnya.
- Semakin memberat pada siang dan sore hari.
- Memberat pada suhu panas.
- Dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Mengatasi Fatigue pada MS
Fatigue dapat dikelola dengan beberapa cara, di antaranya:
- Mengatur pola kerja agar lebih efisien.
- Istirahat dan tidur yang cukup untuk mengembalikan energi.
- Menghindari suhu panas untuk mengurangi kelelahan.
- Jika fatigue sangat mengganggu, beberapa obat dapat diberikan untuk mengurangi gejalanya.
- Jika pasien juga mengalami depresi, terapi untuk depresi, termasuk penggunaan obat-obatan antidepresi, dapat dipertimbangkan.
Pemakaian obat untuk mengatasi fatigue sebaiknya dilakukan dengan pengawasan dokter untuk memastikan keamanannya.
2.6 Gangguan Berkemih pada Multiple Sclerosis (MS)
Banyak penyandang MS yang mengalami gangguan berkemih. Gangguan ini bisa bersifat menetap maupun hilang timbul. Meskipun tidak selalu menetap, gangguan berkemih perlu mendapatkan perhatian khusus karena jika dibiarkan, dapat menimbulkan masalah yang lebih serius.
Gangguan berkemih pada MS dapat disebabkan oleh dua kondisi utama:
- Spastic bladder, yaitu ketidakmampuan kandung kemih untuk menahan urin dalam jumlah normal.
- Atonic bladder, yaitu ketidakmampuan kandung kemih untuk mengeluarkan urin dengan sempurna, sehingga terdapat residu urin dalam jumlah yang tidak normal.
Gejala Gangguan Berkemih pada MS
Beberapa gejala gangguan berkemih yang umum dijumpai pada pasien MS antara lain:
- Urgensi: Keinginan mendesak untuk mengosongkan kandung kemih secepat mungkin.
- Frekuensi: Peningkatan frekuensi berkemih.
- Nokturia: Peningkatan frekuensi berkemih pada malam hari.
- Inkontinensia: Ketidakmampuan untuk menahan keinginan berkemih.
- Hesitansi: Kesulitan untuk memulai berkemih.
Pada setiap kasus gangguan berkemih pada MS, penting untuk melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah ada infeksi saluran kemih. Jika ditemukan infeksi, tatalaksana yang tepat harus segera dilakukan.
Dampak Sosial dan Dukungan
Gangguan berkemih pada MS dapat menimbulkan masalah sosial bagi pasiennya. Oleh karena itu, dukungan dari orang-orang terdekat sangat penting untuk membantu pasien mengatasi masalah ini dan menjaga kualitas hidup mereka.
2.7 Multiple Sclerosis Hug
MS hug adalah sensasi seperti terikat yang dirasakan di sekitar pinggang, dada, atau leher. Sensasi ini seperti terikat atau seperti ada "tight band" yang membungkus tubuh. Hal ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot interkostal, yang mengelilingi area dada dan perut. Biasanya, MS hug terjadi pada pasien MS dengan gangguan pada medula spinalis.
Gejala MS Hug
MS hug dapat bervariasi pada setiap pasien, mulai dari sensasi ringan hingga nyeri yang cukup berat. Ketika terjadi di sekitar dada, sensasi ini kadang menyerupai keluhan pada gangguan jantung, yang dapat membingungkan pasien atau bahkan tenaga medis.
Penanganan MS Hug
Beberapa cara yang dapat membantu mengatasi MS hug antara lain:
- Latihan fisik yang terarah untuk membantu meredakan ketegangan otot.
- Penggunaan obat-obatan seperti Baclofen dan Pregabalin untuk mengurangi keluhan tersebut. Penggunaan obat-obatan ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.
MS hug tidak hanya terjadi pada pasien MS, tetapi juga dapat terjadi pada penyakit-penyakit lain yang menyerang medula spinalis.
2.8 Clinically Isolated Syndrome (CIS)
Clinically Isolated Syndrome (CIS) adalah episode pertama di mana seseorang menunjukkan gejala dan tanda gangguan pada sistem saraf pusat yang berlangsung lebih dari 24 jam. CIS bisa berupa serangan monofokal atau multifokal.
CIS Monofokal
Pada CIS monofokal, gangguan saraf hanya melibatkan 1 lokasi atau 1 lesi. Contohnya, pasien hanya mengalami Neuritis Optik tanpa ada gangguan saraf lainnya.
CIS Multifokal
Pada CIS multifokal, gangguan saraf melibatkan 2 lokasi atau 2 lesi. Misalnya, pasien mengalami kelumpuhan tubuh sebelah dan Neuritis Optik.
CIS dan Hubungannya dengan MS
CIS sering dikaitkan dengan kemungkinan Multiple Sclerosis (MS). Namun, CIS yang merupakan serangan pertama tidak selalu berkembang menjadi MS. Setiap kasus CIS perlu dipastikan terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada penyebab lain selain kemungkinan proses demyelinisasi.
CIS yang disertai dengan gambaran MRI yang menyerupai kelainan pada MS memiliki kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi MS di masa depan.
2.9 Tremor dan Multiple Sclerosis (MS)
Tremor atau gemetaran adalah gejala yang cukup umum dialami oleh penyandang MS, dan biasanya muncul beberapa tahun setelah diagnosis MS ditegakkan. Tremor ini dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh dan memiliki beberapa jenis.
Jenis-jenis Tremor pada MS
Tremor Intensi Tremor ini muncul terutama saat tubuh bergerak, seperti saat hendak meraih suatu benda. Tremor pada lengan akan semakin kuat saat pergerakan, tetapi akan menghilang atau membaik saat tubuh dalam posisi istirahat. Tremor intensi adalah jenis tremor yang paling sering diderita oleh pasien MS.
Tremor Postural Tremor ini muncul saat tubuh mempertahankan posisi melawan gravitasi, misalnya saat berdiri atau duduk. Tremor ini biasanya membaik ketika tubuh berbaring.
Resting Tremor Tremor yang muncul ketika anggota tubuh sedang diistirahatkan. Jenis tremor ini umumnya terlihat pada pasien Parkinson, bukan pada MS, meskipun ada kemungkinan muncul dalam beberapa kasus MS.
Penanganan Tremor pada MS
Tremor adalah gejala yang sulit diatasi, tetapi beberapa langkah dapat membantu mengurangi dampaknya:
- Rehabilitasi: Terapi fisik untuk mempertahankan postur tubuh yang baik dan keseimbangan tubuh. Latihan dengan supervisi terapis dapat membantu mengurangi tremor.
- Mengurangi stres: Stres dapat memperburuk tremor, sehingga penting untuk mengelola stres dengan baik.
- Terapi obat-obatan: Berkonsultasilah dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai. Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengatasi tremor antara lain propranolol, acetazolamide, dan clonazepam.
- Deep Brain Stimulation (DBS): Sebuah tindakan operasi untuk memasang elektroda pada bagian otak tertentu guna mengendalikan tremor.
2.10 Useless Hand of Oppenheim
Useless Hand of Oppenheim adalah manifestasi klinis MS yang tergolong klasik, tetapi cukup jarang ditemui. Pada kondisi ini, tangan yang terganggu kehilangan fungsinya akibat gangguan pada sistem sensorik. Pasien akan kesulitan dalam menentukan posisi tangan dan bisa mengalami gerakan involunter (gerakan tak terkendali). Meskipun demikian, kekuatan tangan tetap normal.
Penyebab
Gejala ini disebabkan oleh adanya plak MS yang terlokalisasi di medula spinalis pada tingkat servikal (bagian atas tulang belakang).
Diagnosis
Pemeriksaan MRI dapat membantu untuk mengidentifikasi kelainan ini, yang mempermudah proses diagnosis dan penanganan lebih lanjut.
2.11 Pseudorelaps pada Multiple Sclerosis
Pseudorelaps adalah gejala yang menyerupai relaps, namun bukan merupakan relaps itu sendiri.
Perbedaan antara Relaps dan Pseudorelaps
Relaps MS didefinisikan sebagai timbulnya keluhan dan gejala neurologis yang berlangsung lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain (misalnya, tanpa disertai demam atau trauma). Gejala tersebut bisa berupa gejala baru atau gejala lama yang memburuk, dengan jarak waktu minimal 30 hari dari serangan sebelumnya. Relaps biasanya juga disertai dengan bertambahnya plak sklerotik pada gambar MRI.
Sementara itu, pseudorelaps adalah gejala yang hanya berlangsung beberapa jam, kemudian membaik dan sering kali muncul berulang kali dalam waktu 24 jam. Gejala ini tidak disertai dengan penambahan plak sklerotik pada MRI dan tidak memerlukan terapi relaps. Nyeri yang memberat dan kekakuan otot juga bisa terjadi, namun ini belum tentu berarti relaps.
Mengapa Penting Membedakan Relaps dan Pseudorelaps?
Pada kondisi relaps, terapi relaps seperti metilprednisolon dalam dosis tinggi perlu segera diberikan untuk memperpendek durasi gejala dan mengurangi perburukannya.
Sementara pada pseudorelaps, terapi tersebut tidak diperlukan. Yang dibutuhkan adalah penanganan gejala dan pengobatan terhadap penyebab gejala tersebut.
Anjuran untuk Penyandang MS dan NMO
Penting bagi penyandang MS dan Neuromyelitis Optica (NMO) untuk segera menginformasikan gejala-gejala baru yang dirasakan kepada dokter saraf. Dokter akan melakukan evaluasi untuk memastikan apakah gejala tersebut merupakan relaps atau pseudorelaps, dan menentukan penanganan yang sesuai.
3. Diagnosis Multiple Sclerosis
Untuk menegakkan diagnosis Multiple Sclerosis (MS), ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan, antara lain:
1. Adanya Gejala dan Tanda Neurologis yang Sesuai dengan Penyakit Demyelinisasi
Gejala-gejala yang umumnya muncul pada MS melibatkan gangguan pada sistem saraf pusat. Beberapa gejala yang sering dijumpai meliputi:
- Neuritis optika (gangguan penglihatan)
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan motorik seperti kelemahan
- Gangguan sensorik seperti rasa baal atau kesemutan
- Gangguan pada sistem saluran kemih atau buang air besar
- Fatigue yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
Gejala-gejala ini umumnya datang berulang, dengan periode perbaikan (relaps-remisi), meskipun tidak semua kasus MS mengikuti pola tersebut.
2. Dissemination in Time (DIT)
Kriteria ini merujuk pada munculnya gejala yang terjadi dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini, gejala MS harus terjadi lebih dari sekali, dengan rentang waktu antara episode pertama dan episode kedua lebih dari 24 jam.
3. Dissemination in Space (DIS)
Kriteria ini merujuk pada adanya lesi di berbagai area dari sistem saraf pusat, seperti di otak dan medula spinalis. Lesi ini dapat dilihat melalui pemeriksaan MRI.
4. Tidak Ada Penyebab Lain yang Dapat Menjelaskan Gejala dan Tanda Tersebut
Sebelum diagnosis MS ditegakkan, penyebab lain yang dapat menyebabkan gejala neurologis serupa harus disingkirkan, seperti:
- Stroke
- Tumor otak
- Infeksi otak
- Cedera kepala
Pemeriksaan Lainnya
Untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan infeksi otak, lumbal pungsi perlu dilakukan. Ini bertujuan untuk menguji cairan serebrospinal dan memastikan tidak ada infeksi, karena pengobatan untuk MS dan infeksi otak sangat berbeda.
Pemeriksaan penunjang MRI juga sangat penting untuk melihat adanya DIT dan DIS, yang membantu memastikan diagnosis MS.
Dengan langkah-langkah di atas, dokter dapat memastikan apakah seseorang benar-benar menderita MS atau jika ada kondisi lain yang memerlukan pengobatan yang berbeda.
3.1 Dissemination in Space (DIS)
Dissemination in Space (DIS) adalah salah satu kriteria penting yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis Multiple Sclerosis (MS). DIS merujuk pada adanya lesi atau kerusakan pada beberapa area sistem saraf pusat yang dapat terlihat pada gambaran MRI.
Ciri-ciri DIS pada MRI:
- Lesi yang terdeteksi pada T2 (pada pemindaian MRI).
- Lesi tersebut ditemukan di 2 dari 4 lokasi berikut:
- Jukstakortikal (di dekat korteks otak)
- Periventrikular (sekitar ventrikel otak)
- Infratentorial (di bawah tentorium serebelli, yaitu area otak kecil dan batang otak)
- Medula spinalis (sumsum tulang belakang)
Penting untuk dicatat bahwa lesi atau kelainan tersebut tidak harus menyerap kontras (pada pemindaian dengan kontras).
3.2 Dissemination in Time (DIT)
Dissemination in Time (DIT) adalah salah satu kriteria penting dalam penegakan diagnosis Multiple Sclerosis (MS), yang menggambarkan sebaran temporal atau waktu dari lesi yang terjadi dalam sistem saraf pusat.
Kriteria DIT:
DIT dapat dikatakan ada apabila ditemukan salah satu kondisi berikut:
Lesi baru pada MRI ulangan (MRI follow-up) yang ditemukan pada T2 atau lesi yang menyerap kontras. Untuk ini, perbandingan dengan hasil MRI sebelumnya sangat penting.
Lesi T2 yang asimptomatik ditemukan bersamaan dengan lesi lain yang simptomatik pada MRI yang sama.
Secara klinis, dapat dikatakan terjadi DIT apabila seorang pasien mengalami 2 atau lebih serangan neurologis yang berbeda, yang masing-masing menunjukkan gejala neurologis yang berbeda.
4. Pengobatan Multiple Sclerosis (MS)
Pengobatan MS terbagi menjadi dua jenis utama: pengobatan pada fase relaps dan pengobatan untuk pencegahan relaps.
Pengobatan pada Fase Relaps
Pada fase relaps, terapi yang paling sering diberikan adalah Metilprednisolon dalam dosis besar, biasanya selama 3-5 hari. Metilprednisolon berfungsi untuk mengurangi peradangan dan mempercepat pemulihan dari episode relaps.
Pengobatan untuk Pencegahan Relaps
Untuk Relapsing-Remitting Multiple Sclerosis (RRMS), pengobatan jangka panjang yang umum digunakan adalah Interferon. Interferon dapat membantu mengurangi frekuensi dan keparahan relaps serta memperlambat perkembangan penyakit.
Namun, penegakan diagnosis yang tepat sangat penting sebelum menentukan terapi yang tepat. Misalnya, pada pasien MS yang melibatkan medula spinalis, diagnosis harus memastikan bahwa itu bukan Neuromyelitis Optica (NMO) atau Devic's disease. Penggunaan Interferon pada NMO atau Devic's disease dapat memperburuk kondisi tersebut, menyebabkan frekuensi relaps yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk pemeriksaan MRI dan tes lainnya, untuk memastikan diagnosis yang benar sebelum meresepkan terapi yang sesuai.
Interferon Beta dalam Pengobatan Multiple Sclerosis (MS)
Interferon Beta adalah salah satu jenis disease-modifying drug (DMD) yang digunakan untuk mengobati Multiple Sclerosis (MS). Interferon merupakan protein alami yang diproduksi oleh tubuh, dan berfungsi dalam respons imun untuk melawan infeksi, terutama infeksi virus. Pada pengobatan MS, interferon bekerja dengan cara mengurangi inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada myelin (selubung saraf yang membantu transmisi sinyal saraf), sehingga memperlambat progresi penyakit dan mengurangi frekuensi relaps.
Namun, tidak semua pasien MS mendapatkan manfaat dari terapi ini. Interferon Beta biasanya direkomendasikan untuk pasien dengan kondisi tertentu, antara lain:
- Relapsing-Remitting MS (RRMS): Pasien dengan dua episode relaps yang jelas dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
- Secondary Progressive MS (SPMS): Pada pasien yang masih mengalami relaps cukup dominan, meskipun sudah menunjukkan tanda-tanda progresi penyakit yang lebih lanjut dan mengarah pada disabilitas.
- Clinically Isolated Syndrome (CIS): Pasien dengan gejala klinis yang menunjukkan kemungkinan akan berkembang menjadi MS, terutama jika hasil MRI menunjukkan gambaran yang mendukung diagnosis MS.
- Anak-anak dan usia muda dengan Relapsing-Remitting MS yang mengalami beberapa episode relaps.
Meskipun interferon dapat memberikan manfaat, keputusan untuk menggunakannya harus dipertimbangkan secara cermat berdasarkan evaluasi medis lengkap dan kondisi spesifik setiap pasien.
5. Fenomena Uhthoff pada Multiple Sclerosis (MS)
Fenomena Uhthoff merujuk pada pemburukan gejala MS atau munculnya kembali gejala sebelumnya saat suhu tubuh meningkat. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai gejala, tidak hanya penglihatan, tetapi juga kelemahan, kesemutan, ketidakseimbangan, dan gangguan kognitif.
Pada serabut saraf yang sudah mengalami demyelinisasi (kerusakan pada lapisan pelindung saraf), peningkatan suhu tubuh dapat memperlambat transmisi sinyal saraf. Oleh karena itu, ketika suhu tubuh meningkat, gejala MS bisa menjadi lebih parah. Namun, begitu suhu tubuh kembali normal, gejala-gejala tersebut biasanya akan membaik.
Fenomena Uhthoff bukanlah relaps atau excacerbation sejati, melainkan dianggap sebagai pseudo-exacerbation, di mana gejala MS memburuk sementara hanya karena faktor suhu, bukan karena kerusakan lebih lanjut pada saraf. Tidak semua pasien MS mengalami fenomena ini, dan ada juga yang mengalami kondisi yang berlawanan, yaitu gejala yang memburuk dengan suhu dingin (inverse Uhthoff).
Pencegahan Fenomena Uhthoff
Untuk mencegah terjadinya pemburukan gejala akibat fenomena Uhthoff, beberapa langkah dapat diambil:
- Hindari ruangan yang panas atau sumber panas berlebih.
- Pastikan hidrasi tubuh yang cukup dengan minum air yang cukup.
- Hindari paparan sinar matahari langsung.
- Kenakan pakaian yang nyaman, ringan, dan tidak menyimpan panas.
Dengan memperhatikan faktor suhu, pasien MS dapat mengurangi risiko memburuknya gejala secara sementara akibat fenomena ini.
6. Multiple Sclerosis (MS) dan Kehamilan
Penyandang MS, yang umumnya perempuan usia muda, tetap bisa menjalani kehamilan, melahirkan, dan menyusui seperti perempuan pada umumnya. Menariknya, pada masa kehamilan, kejadian relaps pada MS justru menurun. Hal ini mungkin terkait dengan perubahan sistem kekebalan tubuh yang terjadi selama kehamilan, yang dapat membantu mengurangi peradangan yang mempengaruhi sistem saraf.
Namun, setelah melahirkan, risiko relaps cenderung meningkat kembali, meskipun umumnya peningkatan ini tidak memperburuk disabilitas jangka panjang.
Pertimbangan Obat-obatan pada Kehamilan
Bagi perempuan dengan MS yang sedang menjalani terapi disease-modifying drugs (DMD), seperti interferon, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum merencanakan kehamilan. Interferon dan beberapa obat DMD lainnya belum terbukti aman untuk digunakan selama kehamilan atau menyusui. Oleh karena itu, jika memungkinkan, terapi dengan interferon mungkin perlu dihentikan selama kehamilan.
Dokter akan melakukan evaluasi lengkap mengenai kondisi pasien dan memutuskan apakah pengobatan perlu dihentikan atau disesuaikan. Ini penting untuk memastikan keselamatan ibu dan janin selama kehamilan.
Persalinan dan Anestesi
Penyandang MS juga dapat melahirkan secara spontan (normal) tanpa masalah yang berarti terkait dengan kondisi MS mereka. Jika diperlukan tindakan anestesi, seperti anestesi epidural, ini umumnya tidak akan memperburuk kondisi MS, dan prosedur ini tetap aman asalkan dilakukan dengan pengawasan medis yang tepat.
Dengan perencanaan yang cermat dan dukungan medis yang baik, penyandang MS dapat mengalami kehamilan dan persalinan yang sehat dan aman.
7. Multiple Sclerosis (MS) dan Vaksinasi
Penyandang Multiple Sclerosis (MS) boleh menerima vaksinasi, dan bahkan vaksinasi sangat dianjurkan untuk mencegah infeksi yang dapat memperburuk kondisi mereka. Vaksinasi tidak memicu relaps MS. Sebaliknya, penyakit infeksi justru dapat meningkatkan risiko relaps atau memperburuk gejala MS. Oleh karena itu, bagi penyandang MS yang berisiko terinfeksi penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, sangat disarankan untuk mendapatkan suntikan vaksinasi tersebut.
Vaksinasi pada Pasien dengan Terapi Imunosupresan
Penyandang MS yang sedang menjalani terapi imunosupresan juga diperbolehkan untuk mendapatkan vaksinasi. Namun, ada hal yang perlu diperhatikan: efektivitas vaksinasi mungkin akan berkurang pada pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan. Ini karena terapi imunosupresan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, yang mengurangi respons tubuh terhadap vaksin.
Jenis Vaksin yang Perlu Diperhatikan
Penting untuk diketahui bahwa vaksin hidup (live attenuated vaccines), seperti vaksin untuk campak, cacar air, atau rotavirus, sebaiknya dihindari oleh pasien MS yang sedang menjalani terapi imunosupresan, karena vaksin jenis ini mengandung virus hidup yang dapat menyebabkan infeksi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang tertekan.
Konsultasi dengan Dokter
Sebelum mendapatkan vaksinasi, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter yang merawat untuk menentukan jenis vaksin yang tepat dan memastikan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif bagi kondisi medis Anda. Dengan perhatian yang tepat, vaksinasi dapat menjadi bagian penting dari perawatan pencegahan untuk pasien MS.
8. Support Group untuk Penyandang Multiple Sclerosis
Support group adalah wadah di mana orang-orang dengan kondisi medis yang serupa dapat berkumpul, berbagi pengalaman, dan saling memberikan dukungan. Pada penyandang Multiple Sclerosis (MS), support group dapat menjadi tempat yang sangat penting untuk berbagi informasi, saling memberi motivasi, dan memberikan semangat untuk menjalani hari-hari dengan lebih positif.
Manfaat bergabung dalam support group antara lain:
- Mendapatkan dukungan emosional: Anggota kelompok dapat saling mendengarkan dan memahami pengalaman satu sama lain.
- Meningkatkan rasa kebersamaan: Meskipun MS adalah penyakit yang relatif langka, bergabung dengan komunitas yang memiliki pengalaman serupa memberikan perasaan bahwa kita tidak sendirian.
- Berbagi ide dan strategi coping: Anggota dapat bertukar informasi tentang cara-cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
- Motivasi dan semangat: Saling menguatkan dan memberi semangat sangat penting, terutama saat seseorang merasa kesulitan menghadapi gejala atau perubahan yang terjadi akibat MS.
Bagi penyandang MS di Indonesia, bergabung dengan Yayasan Multiple Sclerosis Indonesia (YMSI) bisa menjadi langkah awal yang baik untuk terhubung dengan orang-orang lain yang mengalami kondisi yang sama. Yayasan ini tidak hanya menyediakan dukungan emosional, tetapi juga informasi mengenai pengobatan terbaru, kegiatan, dan peluang untuk memperluas jaringan sosial.
Jika Anda seorang penyandang MS, NMO, atau sedang dicurigai mengalami MS/NMO, bergabung dengan support group seperti yang dikelola oleh YMSI bisa memberikan banyak manfaat dalam perjalanan kesehatan Anda.
[Sumber: Multiple Sclerosis Indonesia (MSI) blog & facebook, dan berbagai sumber.]
Posting Komentar untuk "Mengenal Multiple Sclerosis: Dari Gejala Hingga Terapi dan Dukungan Komunitas"