Apakah Antibiotik Harus Dihabiskan?
“Apakah antibiotik harus dihabiskan?” Pertanyaan ini sering muncul ditanyakan oleh orang tua. Jawabannya dan yang lebih tepat adalah, antibiotik harus diminum sesuai anjuran dokter.
Sebagai contoh, seorang anak yang sedang sakit, dokter mendiagnosisnya sebagai infeksi saluran kemih dan membutuhkan antibiotik. Diberikanlah amoxicillin syrup, yang harus diminum selama 5 hari. Dengan menghitung berat badan anak (misal 10 kg), maka dibutuhkan dosis 1 sendok takar (5 ml) yang dalam sehari perlu diminum 3 kali (jadi total 15 ml dalam sehari). Jika satu botol syrup amoxicillin berisi 60 ml, maka satu botol tersebut akan habis dalam 4 hari saja. Nah, maka dokter wajib memberikan botol kedua, yang anjurannya hanya diminum untuk 1 hari selanjutnya (3 x 5 ml), sisanya dibuang.
Inilah yang dinamakan meminum antibiotik sesuai anjuran dokter.
Memang benar, dokter akan mengusahakan untuk membuatnya tepat, tanpa sisa seperti contohnya yang lebih mudah pada pasien dewasa. Misal butuh AB, 3x sehari 1 tablet selama 5 hari. Maka otomatis diberikan 15 tablet. Nah, jadilah ketika diberikan 15 tablet, maka semuanya harus dihabiskan. Karena demikianlah anjuran dokternya (misal butuh antibiotik diminum selama 5 hari).
Lama pemberian antibiotik bermacam-macam, begitupula dosis, dan jenisnya. Semuanya kembali kepada diagnosis penyakit apa yang ditemukan oleh dokter. Saran untuk pasien, daripada bingung saat sudah dirumah, tanyakanlah dengan lengkap semua pertanyaan saat di ruang periksa. Sehingga ketika keluar, yang dilakukan adalah mematuhi semua saran oleh dokter. Inilah hasil dari komunikasi dokter-pasien yang baik.
Hal penting lainnya adalah, banyak pertimbangan yang pasti ada dalam benak dokter sebelum menegakan diagnosis dan akhirnya memberikan obat. Jadi andaikan pun orang tua sudah banyak membaca, misal tentang indikasi pemberian antibiotik yang rasional, tetap diskusikan dengan dokternya. Jika kebetulan dokternya kurang komunikatif, orang tua bisa mencari second opinion dengan dokter yang lain. Setelah itu, wajib mematuhi saran dan anjuran dari dokter. Ini untuk menghindari pengambilan keputusan oleh yang bukan kompetensinya. Banyak dari obat yang merupakan obat keras, yang hanya boleh ditebus dengan resep dokter. Tidak memberikan obat (yang seharusnya diberikan) pun bisa beresiko membuat kondisi penyakit bertambah berat.
Kunci dari semuanya adalah komunikasi dokter-pasien yang baik. Jika ini berjalan, maka orang tua akan dengan mantap dan yakin untuk memberikan pengobatan bagi anaknya.
Catatan penting lainnya, pemberian antibiotik yang tidak sesuai anjuran dokter, bisa membuat resiko terjadinya resistensi (kebal terhadap) antibiotik.
Sebagai contoh, seorang anak yang sedang sakit, dokter mendiagnosisnya sebagai infeksi saluran kemih dan membutuhkan antibiotik. Diberikanlah amoxicillin syrup, yang harus diminum selama 5 hari. Dengan menghitung berat badan anak (misal 10 kg), maka dibutuhkan dosis 1 sendok takar (5 ml) yang dalam sehari perlu diminum 3 kali (jadi total 15 ml dalam sehari). Jika satu botol syrup amoxicillin berisi 60 ml, maka satu botol tersebut akan habis dalam 4 hari saja. Nah, maka dokter wajib memberikan botol kedua, yang anjurannya hanya diminum untuk 1 hari selanjutnya (3 x 5 ml), sisanya dibuang.
Inilah yang dinamakan meminum antibiotik sesuai anjuran dokter.
Memang benar, dokter akan mengusahakan untuk membuatnya tepat, tanpa sisa seperti contohnya yang lebih mudah pada pasien dewasa. Misal butuh AB, 3x sehari 1 tablet selama 5 hari. Maka otomatis diberikan 15 tablet. Nah, jadilah ketika diberikan 15 tablet, maka semuanya harus dihabiskan. Karena demikianlah anjuran dokternya (misal butuh antibiotik diminum selama 5 hari).
Lama pemberian antibiotik bermacam-macam, begitupula dosis, dan jenisnya. Semuanya kembali kepada diagnosis penyakit apa yang ditemukan oleh dokter. Saran untuk pasien, daripada bingung saat sudah dirumah, tanyakanlah dengan lengkap semua pertanyaan saat di ruang periksa. Sehingga ketika keluar, yang dilakukan adalah mematuhi semua saran oleh dokter. Inilah hasil dari komunikasi dokter-pasien yang baik.
Hal penting lainnya adalah, banyak pertimbangan yang pasti ada dalam benak dokter sebelum menegakan diagnosis dan akhirnya memberikan obat. Jadi andaikan pun orang tua sudah banyak membaca, misal tentang indikasi pemberian antibiotik yang rasional, tetap diskusikan dengan dokternya. Jika kebetulan dokternya kurang komunikatif, orang tua bisa mencari second opinion dengan dokter yang lain. Setelah itu, wajib mematuhi saran dan anjuran dari dokter. Ini untuk menghindari pengambilan keputusan oleh yang bukan kompetensinya. Banyak dari obat yang merupakan obat keras, yang hanya boleh ditebus dengan resep dokter. Tidak memberikan obat (yang seharusnya diberikan) pun bisa beresiko membuat kondisi penyakit bertambah berat.
Kunci dari semuanya adalah komunikasi dokter-pasien yang baik. Jika ini berjalan, maka orang tua akan dengan mantap dan yakin untuk memberikan pengobatan bagi anaknya.
Catatan penting lainnya, pemberian antibiotik yang tidak sesuai anjuran dokter, bisa membuat resiko terjadinya resistensi (kebal terhadap) antibiotik.
Posting Komentar untuk "Apakah Antibiotik Harus Dihabiskan?"