Kapan Anak Perlu Antibiotik, Kapan Tidak

Saat anak terkena sakit tenggorokan, batuk, pilek, biasanya orang tua meminta dokter untuk memberikan antibiotik. Tapi pada kebanyakan kasus, anak kecil tidak memerlukan antibiotik untuk mengatasi penyakit pernafasan mereka. Pada kenyataannya, bisa jadi antibiotik malah akan memberikan efek samping yang buruk daripada memberikan manfaat.

Antibiotik digunakan untuk melawan bakteri, bukan virus. Kalau anak terkena infeksi bakteri, maka antibiotik akan membantu. Tapi kalau anak terkena infeksi virus, antibiotik tidak akan membuatnya jadi sembuh.

Kebanyakan dari batuk, pilek biasa atau selesma disebabkan oleh virus. Penyakit seperti bronkitis juga biasanya disebabkan oleh virus. Gejala bronkitis seperti batuk berdahak. Asap rokok dan partikel debu juga dapat menyebabkan bronkitis. Tapi bakteri bukan menjadi penyebab yang umum.

Kebanyakan infeksi sinus (sinusitis) juga disebabkan oleh virus. Gejalanya bisa berupa pilek yang berat, juga post-nasal drip atau cairan hidung di belakang tenggorokan (diketahui dokter dengan pemeriksaan). Dahak yang berwarna juga bukan berarti tanda dari infeksi bakteri.

Pada kebanyakan kasus, antibiotik tidak akan membantu menyembuhkan. Biasanya antibiotik tidak akan membantu pada selesma, batuk pilek, bronkitis, dan infeksi sinus, karena kebanyakan adalah infeksi virus. Kadangkala infeksi sinus memang bisa disebabkan oleh bakteri, tapi ini pun juga masih bisa diharapkan untuk sembuh sendiri, sebagaimana infeksi telinga yang umum terjadi, juga bisa sembuh tanpa antibiotik.

Sakit tenggorokan seperti yang disebabkan oleh bakteri streptoccus. Gejala meliputi demam, kemerahan pada tenggorokan, dan sakit ketika menelan. Bagaimanapun, kebanyakan anak dengan gejala ini tidak disebabkan oleh infeksi bakteri. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan bakteri, jika terbukti, baru dokter akan meresepkan antibiotik.

Antibiotik punya resiko. Efek samping dari antibiotik adalah salah satu penyebab umum anak masuk ke IGD. Bisa menyebabkan diare, muntah, dan 5 dari 100 anak punya alergi terhadap antibiotik. Sebagian dari reaksi alergi ini bisa menjadi serius dan membahayakan nyawa.

Penggunaan antibiotik yang berlebihan juga membuat bakteri tumbuh lebih kuat. Semakin kuat bakteri, maka tidak akan respon terhadap antibiotik. Ini berarti kalau anak sakit, obat tersebut bisa jadi tidak mempan lagi. Kondisi ini biasanya disebut “resisten terhadap antibiotik”. Bakteri yang lebih kuat dapat menyebar ke orang lain, dan membuat infeksi yang disebabkan bakteri yang kuat tersebut susah untuk disembuhkan dan membutuhkan biaya pengobatan yang lebih mahal.

Antibiotik membuat pemborosan biaya jika digunakan secara tidak benar. Kebanyakan antibiotik memang tidak mahal. Tapi akhirnya uang tersebut digunakan untuk sesuatu yang tidak diperlukan. Juga pada kasus yang berat, pengobatan infeksi yang resisten terhadap antibiotik bisa membuat biaya yang sangat mahal.


Kapan anak perlu antibiotik?

Anak perlu antibiotik jika:
  • Batuk yang tidak sembuh selama 14 hari
  • Sudah pasti di diagnosis sebagai pneumonia yang disebabkan bakteri, atau pertusis
  • Gejala sinusitis tidak membaik selama 10 hari, atau sempat sembuh tapi memburuk lagi
  • Terdapat cairan lendir dari hidung yang berwarna kuning-kehijauan dan demam lebih dari 39°C untuk beberapa hari secara berurutan
  • Sudah pasti di diagnosis radang tenggorokan akibat infeksi bakteri streptococcus berdasarkan rapid strep test atau kultur bakteri dari tenggorok. Antibiotik tidak diberikan kecuali sudah terbukti dalam tes. Infeksi streptococcus tidak bisa di diagnosis hanya dengan melihat tenggorokan saja.
Sumber: choosingwisely.org

Posting Komentar untuk "Kapan Anak Perlu Antibiotik, Kapan Tidak"