Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tantangan Punya Anak Autis: Cara Mendidik, Mengasuh Dan Mengatasi Masalahnya


Kasus autisme yang dideteksi dan diidentifikasi masing-masing memiliki perbedaan dalam hal perkembangan dan perilaku penyandang autisme. Hal ini berkaitan dengan faktor genetik, pengalaman dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak autis dan cara dia membentuk kepribadiannya. Namun, hampir semua anak autis menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Masalah komunikasi. Anak autis tidak menunjukkan perkembangan bahasa seperti anak-anak lainnya. Tingkat pemahaman bahasanya rendah dan tingkat penggunaan bahasanya terhambat. Bahasanya agak aneh dan sulit dimengerti. Misalnya, jika seseorang bertanya "sudah makan?", dia menjawab "sudah makan". Jika ditanya "sudah minum?", dia menjawab "sudah minum". Dalam istilah bahasa Inggris, ini disebut echolalia. Ia tidak pandai menggunakan bahasa secara kreatif seperti “sudah kenyang”, “tidak haus”, “tidak mau minum” dan sebagainya.

2. Suka menyendiri. Anak autis tidak menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi secara spontan dengan orang lain. Dia seperti hidup di dunianya sendiri. Ibunya merasa sulit untuk membentuk keintiman/keterikatan dengannya karena dia tidak suka dibelai, dicium atau dipeluk. Kehangatan yang dicoba ditunjukkan oleh ibunya tidak mendapat reaksi timbal balik. Anak autis berperilaku seperti anak-anak tuli, buta dan bisu.

3. Tingkah laku yang aneh dan berbeda dari anak normal. Anak autis biasanya akan bermain berjam-jam dengan barang yang mereka minati dan akan menjadi kesal jika barang tersebut diambil, dialihkan atau hilang.

4. Menunjukkan perilaku magis yang aneh. Sebagian besar anak autis akan menunjukkan berbagai perilaku magis dan aneh seperti bertepuk tangan, berjinjit saat berjalan, memutar benda seperti tutup botol dan mainan seperti mangkuk plastik, mengumpulkan batu, bermain stop kontak lampu dan sebagainya.

Sebagian besar anak autis menunjukkan ciri-ciri gangguan bahasa dan perkembangan sosial sebelum mencapai usia tiga tahun. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa hampir 30 persen anak autis memiliki tingkat intelektual yang normal. Orang tua dari anak-anak yang terlibat sering mengeluh bahwa sejak bayi, anak mereka tidak suka dipegang atau dibelai dan lebih suka dibiarkan sendiri. Bayi berusia tiga bulan biasanya sudah mulai bersahabat dengan ibunya, namun hal ini jarang dinikmati oleh ibu yang memiliki anak autis. Bayi dari usia sembilan bulan ke atas sudah suka mengikuti kata-kata yang diucapkan oleh ibunya, tetapi anak autis jarang melakukannya. Ada sekelompok anak autis yang ditemukan memiliki perkembangan normal tetapi mulai menunjukkan karakteristik autis pada usia tiga tahun. Mereka dikatakan dapat berbicara seperti anak-anak lain tetapi kemampuan ini kemudian hilang sama sekali.

Apakah autisme sering terjadi?


Jumlah anak autis di Indonesia sulit ditemukan karena terkadang karakteristik yang digunakan untuk mengidentifikasi anak autis berbeda antar peneliti. Namun, diperkirakan ada 2,4 juta orang dengan pertambahan penyandang baru 500 orang per tahun. Mereka menunjukkan ciri-ciri anak autis yang sebenarnya: suka menyendiri, tidak bisa bergaul langsung dengan anak lain, menunjukkan perilaku aneh dan tidak bisa menggunakan atau memahami bahasa.

Namun, banyak juga anak yang tidak menunjukkan semua ciri yang disebutkan.

Berdasarkan pengalaman kami, anak-anak lebih banyak menunjukkan ciri-ciri autisme tetapi tidak sepenuhnya. Anak dalam kelompok ini juga perlu diidentifikasi agar program rehabilitasi dapat segera disusun. Dengan pelatihan khusus, mereka dapat menunjukkan perubahan perilaku yang diharapkan. Anehnya, autisme ini sering ditemukan pada anak laki-laki. Diperkirakan penyebabnya karena hormon seks, anak laki-laki lebih banyak memproduksi testosteron sementara perempuan lebih banyak memproduksi esterogen. Autisme dapat terjadi di antara anak-anak dari semua ras dan status sosial ekonomi meskipun pernah dikatakan bahwa anak-anak dengan autisme ditemukan dalam keluarga profesional.

Periode tahun 2020-2021 dilaporkan sebanyak 5.530 kasus gangguan perkembangan pada anak, termasuk gangguan spektrum autisme yang mendapatkan layanan di Puskesmas. Kemungkinan masih banyak lagi anak autis yang tidak ditonjolkan untuk diidentifikasi. Kemungkinan besar juga, para profesional sendiri sebagian besar tidak berpengalaman tentang autisme atau tidak dapat meluangkan waktu untuk menilai anak-anak autis ini. Anak-anak ini dapat dikatakan cacat mental, bisu, tuli dan sebagainya.

Apa penyebab autisme?


Autisme adalah penyakit yang kompleks dan peneliti sendiri masih belum dapat mengidentifikasi penyebab pastinya. Beberapa anak tunarungu, anak dengan penyakit seperti rubella kongenital, penyakit fenilketonuria genetik, sindrom Fragile-X, tuberous sclerosis, anak-anak dengan sesak napas saat lahir (asiksia perinatal) dan dengan ensefalitis atau cacat otak dikatakan menunjukkan karakteristik autisme. Namun biasanya, pemeriksaan fisik seringkali tidak menghasilkan tanda-tanda untuk membantu proses diagnosis anak autis dan keluarganya.

Cara mengontrol anak autis berbeda dari satu keluarga ke keluarga lainnya.


Anak autis berusia satu setengah tahun boleh dipaksa dan diisolasi di tempat lain jika perilaku mereka ditemukan mengganggu kondisinya tersebut. Tapi, jika dia sudah berusia lebih dari tiga tahun dan memiliki tabiat yang keras kepala, orang tuanya mungkin akan lebih sulit merawatnya. Anggota keluarga perlu tabah dan bersabar menghadapi anak autis ini dan mempelajari cara mengatasi masalah yang muncul dan menggunakan cara seperti ini membutuhkan banyak perhatian dan hal ini mendorong banyak ibu yang bekerja memutuskan untuk berhenti bekerja untuk mendidik dan mengasuh anaknya secara penuh di rumah.

Kesempatan untuk mengunjungi teman atau bersenang-senang sulit didapat karena fokus perlu diberikan kepada anak autisnya. Aktivitas seperti berbelanja, jalan-jalan di hari libur, liburan dan sebagainya mungkin selalu dibayangi oleh perasaan cemas jika anak mereka bertindak di luar kendali.

Anak autis perlu diberikan perhatian yang besar agar kebutuhannya terpenuhi dan tidak menjadi bahan ejekan orang lain serta berada dalam situasi yang dapat membahayakan keselamatan. Hal ini sering menyebabkan orang tua yang terlibat mengalami stres emosional. Seringkali, mereka merasa sulit untuk mendapatkan bantuan, bantuan orang lain untuk merawat anak-anak mereka terutama pada saat dibutuhkan. Lebih sulit lagi jika anak sering berperilaku kasar terhadap saudara-saudaranya dan mempersulit keluarga. Kelelahan mental dapat menurunkan kesehatan mereka.

Saudara dari anak autis juga mungkin tidak kebal terhadap masalah emosional. Ada yang merasa malu untuk mengajak temannya datang ke rumah. Mereka mungkin juga merasa ditinggalkan oleh orang tua mereka karena perhatian lebih sering terfokus pada saudara mereka yang autis. Tetangga yang tidak memahami situasi ini dapat menjauhkan diri dari keluarga. Ada juga yang mungkin memberikan komentar yang tidak membangun dan menyinggung keluarga ini.

Ketegangan mungkin muncul di antara pasangan dalam upaya mereka mencari cara untuk mengatasi masalah yang muncul yang dapat mengancam stabilitas pernikahan mereka. Tapi, yang sangat menarik adalah kebanyakan pasangan yang memiliki anak autis, down syndrome, spastisitas, tuli dan sebagainya masih memiliki ikatan pernikahan yang kuat. Rasa tanggung jawab dan kasih sayang kepada anak-anak mereka mengatasi segala sesuatu dan masalah yang mereka hadapi tidak boleh mengancam stabilitas rumah tangga mereka.

Cara mendidik dan mengatasi masalah yang muncul akibat mengasuh anak autis tentunya berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Anak-anak itu sendiri mungkin memiliki keterampilan atau bakat tertentu. Ada juga anak-anak autis yang berbakat dalam musik atau matematika, pandai menyusun teka-teki gambar dan menggunakan komputer. Oleh karena itu, penilaian anak autis harus mencakup aspek anamnesis, pemeriksaan fisik menyeluruh, serta penilaian kemampuan intelektual dan sosialnya. Kelemahan – kelemahan dan kekuatan – kekuatan yang ia miliki harus diidentifikasi.

Orang tua perlu mengetahui kelebihan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak autisnya karena hal ini akan memberikan harapan bagi mereka untuk melanjutkan upaya mendidik dan mengasuh anak.

Posting Komentar untuk "Tantangan Punya Anak Autis: Cara Mendidik, Mengasuh Dan Mengatasi Masalahnya"