Benarkah Ada 144 Penyakit yang Gak Bisa Dirujuk ke Rumah Sakit BPJS? Yuk, Cari Tahu Kebenarannya!

Benarkah Ada 144 Penyakit yang Gak Bisa Dirujuk BPJS?

Pernah gak sih kamu denger cerita kalau ada 144 penyakit yang katanya gak bisa dirujuk ke rumah sakit lewat BPJS? Nah, kabar kayak gini sering banget bikin orang panik. Apalagi kalau kamu lagi butuh perawatan medis, terus denger info kayak gitu, pasti langsung mikir, “Duh, kalau gue sakit ini gimana dong?” Tapi, sebelum parno, kita bongkar fakta sebenarnya dulu ya.

Jadi gini, info soal "144 penyakit" itu sebenernya salah kaprah. Yang benar, angka 144 itu bukan daftar penyakit yang gak boleh dirujuk, melainkan daftar kompetensi alias kemampuan dokter di faskes primer. Jadi, dokter di Puskesmas atau klinik punya daftar penyakit yang bisa mereka tangani tanpa perlu rujukan ke rumah sakit. Kalau ternyata penyakitnya butuh penanganan lebih lanjut, ya tetap bisa dirujuk kok. Semua balik lagi ke hasil pemeriksaan dokter, bukan karena ada aturan aneh yang ngeblok rujukan.

Biar makin paham, kita bahas pelan-pelan ya. Jadi, dokter di faskes primer ini emang tugasnya menangani penyakit yang bisa diselesaikan di level pertama. Gak semua sakit harus langsung lari ke rumah sakit, bro. Kalau semua orang larinya ke rumah sakit, kebayang gak bakal sepadat apa antrean di sana? Nah, sistem ini dibuat biar pelayanan kesehatan lebih efektif dan gak bikin pasien repot.

Dokter Faskes Primer Itu Ngapain Sih?

Oke, sebelum ngomongin lebih jauh, kamu harus ngerti dulu apa itu dokter faskes primer. Jadi gini, dokter di Puskesmas, klinik, atau praktik mandiri itu disebut faskes primer. Mereka ini kayak "garda depan" yang siap tangani penyakit-penyakit ringan sampai sedang. Kalau penyakitnya lebih berat atau butuh alat canggih, barulah pasien dirujuk ke rumah sakit.

Contohnya, kalau kamu cuma sakit radang tenggorokan, dokter di faskes primer udah cukup buat ngasih perawatan. Tapi, kalau ternyata radang itu bikin kamu sesak napas atau komplikasi lainnya, dokter bakal ngerujuk kamu ke rumah sakit. Jadi, semuanya tergantung kondisi pasien dan keputusan medis dokter, bukan asal nebak-nebak.

Sistem ini sebenarnya nguntungin banget, loh. Kamu jadi gak perlu antre lama di rumah sakit buat penyakit yang sebenarnya bisa ditangani di faskes primer. Lagian, lebih enak kan kalau langsung ditangani tanpa ribet bolak-balik?

Kok Ada Angka 144?

Nah, ini nih yang bikin banyak orang salah paham. Angka 144 itu sebenarnya berasal dari buku panduan lama yang jadi pedoman dokter di faskes primer dulu. Tapi, informasi ini udah gak sepenuhnya akurat lagi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, angka kompetensi yang benar sekarang udah bertambah jadi 177. Jadi, kalau masih ada yang nyebut angka 144, kemungkinan itu info yang belum di-update.

Angka ini bukan berarti ada 144, atau sekarang 177 penyakit yang gak boleh dirujuk. Angka ini merujuk ke daftar kompetensi dokter faskes primer, yaitu daftar penyakit yang dokter di level pertama bisa tangani atau disebut juga dengan kasus non spesialistik. Kalau penyakitnya lebih berat, ya tetap bisa dirujuk ke rumah sakit. Simple banget, kan?

Contohnya kayak gini: dokter di faskes primer bisa tangani hipertensi selama masih dalam tahap ringan. Tapi kalau udah ada komplikasi, misalnya tekanan darah tinggi mulai merusak organ, dokter bakal langsung kasih rujukan ke spesialis di rumah sakit. Jadi, gak perlu bingung atau panik kalau dengar soal angka-angka ini.

Daftar kompetensi ini dibuat bukan buat ngeblok pasien, tapi buat ngefokusin peran dokter faskes primer sesuai kemampuan mereka. Kalau semua penyakit langsung dikirim ke rumah sakit, bisa kebayang gimana penuhnya rumah sakit. Jadi, sistem ini sebenarnya dibuat biar lebih efisien dan nyaman buat semua pihak.

Kejadian Nyata yang Bikin Bingung

Pernah gak sih kamu atau teman kamu ngalamin ditolak rujukan BPJS? Biasanya, ini bukan karena aturan "aneh," tapi karena ada miskomunikasi antara pasien dan dokternya. Kadang, pasien mikir penyakitnya berat, tapi menurut dokter, itu masih bisa ditangani di faskes primer.

Misalnya, kamu datang ke Puskesmas karena sakit kepala. Dokter mungkin bilang itu cuma sakit kepala biasa atau migrain ringan. Jadi, gak perlu dirujuk ke rumah sakit. Tapi kalau ternyata sakit kepalamu disebabkan masalah serius, kayak gangguan saraf, dokter pasti langsung ngasih rujukan. Intinya, semua tergantung pemeriksaan. Jangan buru-buru panik, deh.

Kalau masih gak yakin sama keputusan dokter, kamu bisa tanya lebih detail. Bilang aja, "Dok, kok gak dirujuk ya? Emang kenapa?" Biasanya dokter bakal jelasin alasannya. Kalau masih gak puas, coba minta second opinion. Jangan diem aja terus ngejudge.

Daftar 144 Penyakit yang Katanya Tidak Boleh Dirujuk

Oke, ini nih yang kamu tunggu-tunggu. Berikut daftar beberapa penyakit yang masuk kompetensi dokter faskes primer, diambil dari buku panduan dokter di faskes primer:

144 Penyakit yang Tidak Dapat Dirujuk ke Rumah Sakit BPJS
Sumber gambar: @dokteryudhis

A. Sistem Saraf

1. Kejang Deman 

2. Tetanus

3. HIV/AIDS tanpa komplikasi

4. Tension headace 

5. Migren 

6. Bell's Palsy 

7. Vertigo (Benign paroxysmal positional Vertigo) 

B. Psikiatri

8. Ganggungan samotoform 

9. Insomnia 

C. Sistem Indera

10. Benda asing di konjungtiva 

11. Konjungtivitis 

12. Perdarahan subkonjungtiva 

13. Mata kering 

14. Blefaritis  

15. Hordeolum 

16. Trikiasis

17. Episkleritis 

18. Hipermetropia ringan 

19. Miopia ringan 

20. Astigmatism ringan 

21. Presbiopia 

22. Buta senja 

23. Otitis eksterna 

24. Otitis Media Akut 

25. Serumen prop 

26. Mabuk perjalanan 

27. Furunkel pada hidung 

28. Rhinitis akut  

29. Rhinitis vasomotor 

30. Rhinitis bukan vasomotor 

31. Benda asing 

D. Sistem Respirasi

32. Epistaksis 

33. Influenza 

34. Pertusis 

35. Faringitis 

36. Tonsilitis 

37. Laringitis 

38. Asma bronchiale 

39. Bronchitis akut 

40. Pneumonia, bronkopneumonia 

41. Tuberkolosis paru tanpa komplikasi 

E. Kardiovaskular

42. Hipertensi esensial 

F. Saluran Pencernaan

43. Kandidisiasis mulut 

44. Ulcus mulut (aptosa, herpes) 

45. Parotitis 

46. Infeksi pada ambulukus 

47. Gastritis 

48. Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)

49. Refluks gastroesofogus 

50. Demam tifoid 

51. Intoleransi makanan 

52. Alergi makanan 

53. Keracunan makanan 

54. Penyakit cacing tambang 

55. Strongiloidiasis 

56. Askariasis 

57. Skistosomiasis 

58. Taeniasis 

59. Hepatitis A 

60. Disentri basiler, disentri amuba 

61. Hemoroid grade 1/2 

G. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih

62. Infeksi saluran kemih 

63. Gonore 

64. Pielonefritis tanpa komplikasi 

65. Fimosis 

66. Parafimosis 

H. Sistem Reproduksi

67. Sindroma duh (discharge) genital (Gonore dan non gonore) 

68. Infeksi saluran kemih bagian bawah 

69. Vulvitis 

70. Vaginitis 

71. Vaginosis bakterialis 

72. Salphingitis 

73. Kehamilan normal 

74. Absorsi spontan komplit 

75. Anemia defisiensi besi pada kehamilan

76. Ruptur perineum tingkat 1/2 

77. Abses folikel rambut/kelj sebasea 

78.  Mastitis

79. Cracked nipple 

80. Inverted nipple 

I. Sistem Endokrin, Metabolik dan Nutrisi

81. DM tipe 1 

82. DM tipe 2 

83. Hipoglikemi ringan 

84. Malnutrisi energi protein 

85. Defisiensi vitamin 

86. Defisiensi mineral 

87. Dislipidemia 

88. Hiperurisemia 

89. Obesitas 

J. Hematologi dan Imunologi

90. Anemia defisiensi besi 

91. Limphadenitis 

92. Demam dengue, DHF 

93. Malaria 

94. Leptospirosis (tanpa komplikasi)

95. Reaksi anafilaktik 

K. Sistem Muskuloskeletal

96. Ultus pada tungkai 

97. Lipoma 

L. Sistem Integumen

98. Veruka vulgaris 

99. Moluskum kontagiosum 

100. Herpes zoster tanpa komplikasi 

101. Morbili tanpa komplikasi

102. Varicella tanpa komplikasi

103. Herpes simpleks tanpa komplikasi 

104. Impetigo 

105. Impetigo ulceratif (ektima) 

106. Folikulitis superfisialis 

107. Furunkel, karbunkel 

108. Eritasma 

109. Erisipelas 

110. Skrofulderma 

111. Lepra  

112. Sifilis stadium 1 dan 2 

113. Tinea kapitis 

114. Tinea barbe 

115. Tinea facialis 

116. Tinea corporis 

117. Tinea manus 

118. Tinea uguium 

119. Tinea cruris 

120. Tinea pedis 

121. Pitiriasis versicolor 

122. Candidiasis mucocutan ringan 

123. Cutaneus larvamigran 

124. Filariasis 

125. Pedikulosis kapitis 

126. Pedikulosis pubis 

127. Scabies 

128. Reaksi gigitan serangga 

129. Dermatitis kontak iritan 

130. Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) 

131. Dermatitis numularis 

132. Napkin eksema 

133. Dermatitis seboroik 

134. Pitiriasis rosea 

135. Acne vulgaris ringan 

136. Hidradenitis supuratif 

137. Dermatitis perioral 

138. Miliaria 

139. Urtikaria akut 

140. Eksantemapous drug eruption, fixed drug eruption

141. Vulnus laseraum, puctum 

142. Luka bakar derajat 1 dan 2 

M. Forensik dan Medikolegal

143. Kekerasan tumpul 

144. Kekerasan tajam 

Jadi, sebenarnya, gak ada tuh cerita "144 penyakit gak boleh dirujuk BPJS." Yang ada itu daftar 144 kompetensi dokter faskes primer atau kasus non spesialistik, yang artinya mereka bisa tangani penyakit-penyakit tertentu di level pertama. Kalau ternyata kondisinya butuh perawatan lebih lanjut, dokter tetap bakal kasih rujukan.

Setelah kita bongkar mitos "144 penyakit gak boleh dirujuk," sekarang kita bahas lebih dalam lagi soal sistem BPJS. Beneran ribet atau kita aja yang kurang ngerti? Santai aja, kita bakal bahas ini sampai tuntas biar kamu makin paham gimana sih alur BPJS itu sebenarnya.

BPJS Itu Kayak Sahabat Kalau Kamu Paham Sistemnya

Pertama-tama, BPJS itu sebenarnya dibuat buat mempermudah akses kesehatan kita, bukan bikin ribet. Cuma, karena sistemnya berjenjang, banyak yang ngerasa kayak “Ih, kok muter-muter sih, gak bisa langsung aja?” Padahal, sistem ini punya tujuan jelas, loh. Bayangin kalau semua orang sakit pilek atau pegel-pegel langsung ke rumah sakit, pasti dokter spesialis bakal kewalahan dan antreannya bakal panjang banget.

Makanya, ada faskes tingkat pertama alias Puskesmas, klinik, atau dokter keluarga. Di sini, masalah kesehatan yang ringan sampai sedang bisa langsung ditangani tanpa harus nunggu lama. Kalau penyakitnya lebih berat atau butuh alat medis canggih, barulah dirujuk ke rumah sakit. Jadi, faskes primer ini sebenarnya kayak filter buat mastiin siapa aja yang bener-bener butuh perawatan intensif di rumah sakit.

Kenapa Rujukan Itu Penting?

Sekarang kita ngomongin soal rujukan. Banyak yang mikir kalau gak dapet rujukan artinya dokter gak peduli atau sistem BPJS-nya yang pelit. Padahal, gak gitu juga, bro. Rujukan itu sebenarnya bagian dari sistem buat memastikan kamu dapet perawatan yang sesuai.

Contohnya, kamu sakit kepala terus-terusan. Kalau itu cuma migrain biasa atau karena stress, dokter faskes primer udah cukup buat nangani. Tapi, kalau ternyata setelah diperiksa ada tanda-tanda gangguan saraf yang lebih serius, dokter pasti bakal kasih rujukan ke spesialis. Jadi, rujukan itu bukan sesuatu yang harus diminta sembarangan, tapi tergantung dari kondisi kamu.

Bahkan, kalau kamu datang ke rumah sakit tanpa rujukan, kemungkinan besar kamu bakal diminta balik ke faskes primer dulu. Itu bukan karena rumah sakitnya males, tapi emang sistemnya gitu. Semua alur pelayanan BPJS itu harus lewat jenjang yang udah ditentukan.

Mitos-Mitos Seputar BPJS yang Sering Bikin Bingung

Mitos soal "144 penyakit" itu cuma satu dari sekian banyak kesalahpahaman tentang BPJS. Masih ada beberapa mitos lain yang sering bikin orang salah paham, nih:

"Kalau sakit berat, BPJS gak bakal nutup semua biayanya."

Ini salah banget. Kalau kamu terdaftar di BPJS dan ikutin alur pelayanan yang benar, hampir semua biaya kesehatan bakal ditanggung, termasuk rawat inap, operasi, sampai pengobatan penyakit kronis.

"Kalau gak ada rujukan, berarti gak bakal dilayani."

Sebenernya, kalau kondisinya darurat banget, kayak kecelakaan atau serangan jantung, kamu bisa langsung ke rumah sakit tanpa rujukan. Sistem BPJS punya pengecualian untuk kondisi-kondisi yang emang gak bisa ditunda.

"Pelayanan BPJS selalu lambat dan kurang maksimal."

Nah, ini sebenarnya lebih ke persepsi aja. Memang sih, antrean di faskes atau rumah sakit kadang panjang, tapi itu juga karena jumlah pasiennya banyak banget. Kalau kamu datang pagi atau bikin janji dulu, biasanya bakal lebih cepat kok.

Tips Biar Urusan BPJS Jadi Lebih Lancar

Kalau kamu gak mau ribet, ada beberapa tips yang bisa kamu coba pas pakai BPJS. Ini bukan tips "hack" ya, tapi lebih ke gimana kamu bisa ikutin sistemnya dengan lebih efisien.

1. Pastikan Kamu Terdaftar di Faskes Primer yang Deket Rumah

Kadang, orang asal milih faskes waktu daftar BPJS. Akibatnya, kalau sakit harus bolak-balik ke tempat yang jauh. Jadi, pastiin kamu pilih faskes yang lokasinya gampang dijangkau biar gak ribet kalau butuh perawatan.

2. Bawa Semua Dokumen yang Dibutuhkan

Kalau mau periksa, jangan lupa bawa kartu BPJS, KTP, dan kalau perlu, catatan medis kamu sebelumnya. Ini bakal bantu proses administrasi jadi lebih cepat.

3. Tanya Dokter Kalau Kamu Bingung

Kalau dokter bilang kamu gak perlu rujukan, jangan langsung marah-marah. Tanyakan aja alasannya dengan baik. Biasanya dokter punya penjelasan medis yang masuk akal kenapa kamu gak dirujuk.

4. Datang Lebih Pagi

Antrean di Puskesmas atau klinik faskes primer biasanya lebih rame kalau udah siang. Jadi, datanglah lebih pagi biar kamu dapet pelayanan lebih cepat.

BPJS Itu Solusi, Bukan Beban

Balik lagi ke tujuan awal BPJS. Sistem ini dibuat buat mastiin semua orang bisa dapet akses kesehatan yang layak tanpa harus bayar mahal. Kalau kamu ikutin alurnya, sebenarnya sistem ini sangat membantu. Kamu bisa dapet perawatan dari Puskesmas sampai rumah sakit besar tanpa keluar biaya besar.

Tapi, kita juga harus ngerti bahwa sistem ini melayani jutaan orang di Indonesia. Jadi, wajar aja kalau ada kendala teknis atau antrean panjang. Yang penting, kamu tetap sabar dan ikutin alurnya. Kalau ada masalah, jangan ragu buat tanya atau cari info lebih lanjut.

Kesimpulan: Jangan Panik, Pahami Sistemnya

Sekarang, kamu udah tahu kan kalau sistem BPJS itu sebenarnya gak seribet yang dibayangin? Semua masalah soal "144 penyakit gak boleh dirujuk" itu cuma miskomunikasi aja. Kalau kamu ngerti cara kerja BPJS dan ngikutin sistemnya, pelayanan kesehatan jadi lebih lancar.

Intinya, percaya sama dokter di faskes primer. Mereka tahu kok apa yang terbaik buat pasiennya. Kalau kamu butuh rujukan, mereka pasti bakal kasih. Kalau gak, itu berarti kondisimu masih bisa ditangani tanpa harus ke rumah sakit. Jadi, gak usah panik duluan, ya!

Semoga artikel ini bisa bantu kamu lebih paham soal BPJS dan sistem kesehatannya. Stay sehat selalu, ya!

Anda dapat membaca artikel seputar BPJS Kesehatan lainnya di sini :

Posting Komentar untuk "Benarkah Ada 144 Penyakit yang Gak Bisa Dirujuk ke Rumah Sakit BPJS? Yuk, Cari Tahu Kebenarannya!"