Hidup di Balik 'Kamu Terlihat Baik-Baik Saja'

Hidup di Balik 'Kamu Terlihat Baik-Baik Saja'

Pernah nggak sih, kamu ketemu orang yang keliatannya sehat-sehat aja, senyumnya cerah, ngobrol santai, kayak nggak ada masalah? Tapi ternyata di balik semua itu, dia lagi berjuang banget. Nah, ini sering banget kejadian sama orang-orang yang punya penyakit autoimun atau kronis. Mereka sering dapet komentar, “Kamu kelihatan baik-baik aja kok,” padahal di balik layar, ceritanya beda banget.

Masalahnya, penyakit kayak gini tuh nggak selalu keliatan. Nggak ada luka, nggak ada tanda-tanda kayak demam tinggi, dan mereka nggak pake alat bantu yang bikin jelas kalau lagi sakit. Tapi sebenarnya, tiap hari mereka harus ngelawan rasa sakit, capek yang nggak ada ujungnya, dan bahkan pikiran negatif yang bikin mental ikut remuk. Harusnya nggak perlu bukti fisik kan, biar orang percaya kalau mereka lagi berjuang?

Mereka yang punya penyakit kayak gini sering banget harus pura-pura baik-baik aja. Karena apa? Ya, biar nggak ngerepotin, nggak dibilang manja, atau sekadar biar orang lain nggak khawatir. Tapi coba deh bayangin, gimana rasanya harus “tampil sehat” padahal badan udah kayak mau ambruk. Sedih, kan?

Autoimun dan Penyakit Kronis: Apa Sih Itu?

Autoimun itu kayak tubuhmu sendiri lupa kalau dia harus jagain kamu. Jadi dia malah nyerang organ-organ penting di tubuh. Contohnya, lupus, psoriasis, atau Hashimoto. Kalau penyakit kronis, itu penyakit yang nggak bakal sembuh, kayak asma, diabetes, atau fibromyalgia. Dua-duanya sama-sama ngeselin karena mereka bikin hidup jadi serba ribet.

Bayangin deh, bangun tidur aja udah capek banget kayak habis lembur dua minggu tanpa libur. Kadang ada yang lututnya bengkak, sendi kaku, atau kulitnya perih-perih. Tapi dari luar, mereka keliatan fine aja. Orang jadi mikir, “Ah, palingan kamu kurang istirahat doang.” Padahal? Mereka cuma bangun tidur, udah terasa kayak habis perang.

“Kamu Kan Kelihatan Sehat” Itu Bukan Pujian

Komentar kayak, “Tapi kamu kelihatan sehat, kok,” mungkin maksudnya biar nyemangatin, tapi sering kali malah bikin sakit hati. Orang yang ngomong gitu mungkin nggak sadar kalau mereka lagi ngegaslighting rasa sakit yang dirasain si penderita. Kalau nggak ada bekas luka atau kelihatan pucat, apa berarti perjuangannya jadi nggak nyata?

Karena stigma ini juga, banyak orang dengan autoimun atau penyakit kronis yang terpaksa jadi aktor. Mereka pura-pura sehat, pura-pura ceria, padahal di dalam hati dan tubuhnya, mereka udah nggak kuat. Mereka takut kalau nunjukin rasa sakitnya malah dikira cari perhatian.

Yang bikin tambah berat, sering banget mereka dapet komentar kayak, “Ah, kamu kan masih muda, masa gampang capek?” Seolah-olah umur itu jadi alasan mereka nggak boleh sakit. Padahal penyakit kayak gini tuh nggak milih umur. Mau muda, tua, kaya, miskin, semua bisa kena.

Capek Itu Nggak Selalu Sama

Kalau kamu bilang capek karena habis kerja seharian, itu masih beda banget sama capek yang dirasain ODAI (Orang dengan Autoimun). Capek yang mereka rasain itu levelnya udah kayak ngegendong beban 50 kilo tiap hari. Istirahat aja nggak cukup buat ngilangin rasa lelah itu.

Yang paling sedih, rasa capek ini sering bikin mereka ngerasa bersalah. Mereka merasa nggak cukup kuat buat ikut ngumpul bareng teman, nggak bisa kerja maksimal, atau bahkan nggak bisa bantu keluarga. Padahal bukan mereka yang salah, tapi tubuh mereka yang bikin batasan. Tapi ya itu tadi, mereka sering banget merasa nggak enak karena nggak bisa jadi “normal” seperti yang diharapkan orang.

Gimana Cara Kita Bisa Bantu?

Sebenernya, jadi support system buat mereka nggak ribet, kok. Hal paling pertama yang penting banget: percaya sama apa yang mereka rasain. Kalau mereka bilang capek, ya udah, jangan maksa mereka buat ngelakuin sesuatu. Kalau mereka cerita tentang rasa sakitnya, dengerin aja. Kadang, mereka cuma butuh didengerin, bukan disuruh ini itu.

Jangan juga nyelipin komentar yang nggak sensitif kayak, “Coba olahraga deh, biar nggak gampang capek.” Atau, “Mungkin kamu kurang piknik.” Jujur aja, itu nggak bantu sama sekali. Mereka udah ngerti tubuh mereka kayak gimana, dan penyakit ini nggak bakal sembuh cuma karena olahraga atau liburan.

Kalau mau bantu, tawarin aja hal-hal kecil. Kayak misalnya, bantu bawain barang kalau mereka kelihatan kesusahan, atau kasih mereka waktu buat istirahat tanpa nge-judge. Sederhana, tapi berarti banget buat mereka.

Yuk, Belajar Lebih Empati

Yang perlu kita semua pahamin adalah nggak semua orang punya kapasitas yang sama. Ada yang bisa marathon tanpa capek, ada yang jalan lima menit aja udah ngos-ngosan. Dan itu nggak masalah. Semua orang punya perjuangannya masing-masing, jadi kita nggak perlu nge-judge cuma dari apa yang kelihatan.

Buat teman-teman yang hidup dengan autoimun atau penyakit kronis, mereka sebenernya nggak minta banyak. Mereka cuma mau denger orang bilang, “Aku tahu ini nggak mudah buat kamu, tapi aku ada di sini kalau kamu butuh.” Sesimpel itu, tapi dampaknya bisa besar banget.

Hidup di balik “kamu terlihat baik-baik saja” memang nggak gampang. Tapi kalau kita semua mulai belajar buat nggak gampang nge-judge, lebih pengertian, dan lebih banyak empati, dunia ini bisa jadi tempat yang lebih enak buat semua orang. Jadi, yuk, mulai sekarang, kita lebih perhatian sama mereka yang lagi berjuang diam-diam. Jangan cuma lihat yang di permukaan aja!

PasienSehat
PasienSehat Hai, saya pasien biasa yang suka nulis blog buat berbagi dan belajar bareng. Lewat tulisan ini, saya berharap kita bisa saling mendukung, bertukar ide, dan tumbuh bersama.

Posting Komentar untuk "Hidup di Balik 'Kamu Terlihat Baik-Baik Saja'"