Kenapa Korban Begal atau Kejahatan Lain Nggak Dicover BPJS? Yuk, Kita Kupas Tuntas!

Kenapa Korban Begal atau Kejahatan Lain Nggak Dicover BPJS?

Pernah nggak sih kamu denger cerita temen atau mungkin ngalamin sendiri kejadian nggak enak, kayak jadi korban begal? Udah kena sial, malah harus keluar biaya sendiri buat pengobatan. Rasanya kaya kena double kill, ya kan? Yang bikin kesel, pas kamu coba klaim BPJS, eh malah ditolak. Nah, gimana sih sebenarnya aturan BPJS soal ini? Kenapa mereka nggak mau cover korban kejahatan kayak begal?

Buat yang belum tahu, ada kasus-kasus kayak gini yang sebenarnya sering banget bikin bingung orang. Bayangin, kamu jadi korban penganiayaan, udah babak belur, eh klinik bilang luka kamu harus dijahit ulang di dokter spesialis. Tapi, kamu harus bolak-balik ke puskesmas dulu buat dapat rujukan BPJS. Akhirnya kamu mikir, “Loh, kok ribet banget ya? Emang ini bisa dicover BPJS, nggak sih?” Tapi sayangnya, jawabannya nggak sesederhana itu, dan kebanyakan kasus korban kekerasan malah nggak dicover sama BPJS.

Biar nggak makin bingung, yuk kita bahas bareng-bareng kenapa korban begal atau kejahatan lain susah banget dicover BPJS. Artikel ini bakal ngebantu kamu paham alasan di balik aturan tersebut, meskipun mungkin bakal bikin kamu sedikit geregetan.

Apa Kata Aturan BPJS? Kok Nggak Mau Tanggung Jawab?

Oke, langsung aja. Semua drama ini sebenarnya bermula dari aturan yang ada di Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. Di situ jelas banget disebutkan kalau BPJS punya daftar kasus atau kondisi yang nggak dicover, dan salah satunya adalah korban tindak kejahatan seperti penganiayaan. Ya, kamu nggak salah baca. Korban begal, perampokan, atau apapun yang melibatkan tindak kekerasan memang nggak masuk dalam tanggungan mereka.

Kenapa? Karena BPJS menganggap ini adalah tanggung jawab pelaku kejahatan. Jadi, kalau kamu luka karena dikeroyok orang atau jadi korban begal, BPJS beranggapan yang harus nanggung biaya kamu adalah si pelaku. Keren ya teorinya? Tapi sayangnya, di dunia nyata kita tahu nggak semudah itu. Pelaku seringkali nggak ketangkep, apalagi buat langsung tanggung biaya pengobatan kamu.

Aturan ini bikin korban begal merasa kayak nggak punya perlindungan sama sekali. Padahal, mereka juga bayar iuran BPJS tiap bulan, lho! Ibaratnya, kamu udah rutin nabung, tapi pas butuh duit, tabungan kamu malah nggak boleh dipake. Frustrasi banget, kan?

Logika BPJS: Fokus ke Sakit, Bukan Kejahatan

Nah, alasan lainnya kenapa korban begal nggak dicover BPJS adalah karena konsep dasar BPJS itu sendiri. Jadi, BPJS sebenarnya dibentuk buat ngurusin penyakit atau kondisi medis yang terjadi secara alami, bukan karena faktor eksternal kayak tindak kejahatan. Logika mereka simpel, kalau kamu kena flu, demam, atau bahkan penyakit kronis, itu tanggung jawab BPJS. Tapi kalau kamu luka gara-gara dihajar orang, mereka anggap itu urusan hukum, bukan kesehatan.

Mungkin dari sisi mereka, ini masuk akal. Tapi coba pikirin deh, buat korban, luka itu tetap luka. Entah itu karena jatuh, sakit, atau karena dipukul orang, rasa sakitnya sama aja. Bedanya cuma penyebabnya, tapi kenapa harus diperlakukan beda?

BPJS seolah lupa kalau fungsi utamanya adalah memastikan semua orang punya akses ke layanan kesehatan, apapun situasinya. Bukankah luka akibat begal itu juga butuh perawatan medis? Di sinilah logika BPJS sering banget dikritik. Banyak yang merasa kalau aturan ini terlalu sempit dan nggak berpihak ke masyarakat kecil.

Biaya Sendiri vs. Harapan Kosong

Realita pahit lainnya adalah kebanyakan korban kejahatan akhirnya harus keluar duit sendiri buat pengobatan. Kamu mungkin mikir, “Ya udah deh, kalau nggak dicover BPJS, pake duit sendiri dulu.” Tapi masalahnya, biaya medis itu nggak murah, bro! Kalau cuma butuh obat luka kecil sih mungkin masih oke, tapi kalau harus dijahit atau dirawat lebih serius, itu beda cerita.

Beberapa klinik atau rumah sakit kadang-kadang emang bantu korban dengan ngasih keringanan biaya, tapi nggak semua tempat kayak gitu. Belum lagi kalau luka kamu butuh operasi atau perawatan jangka panjang. Uang darimana coba? Di sinilah banyak korban merasa kayak nggak ada harapan. Udah jatuh, tertimpa tangga, kena biaya juga.

Bahkan yang bikin kesel, BPJS sering ngasih harapan kosong. Mereka bilang, “Oh, kalau mau dicover, coba minta rujukan puskesmas dulu.” Kamu udah ngikutin prosedurnya, bolak-balik puskesmas atau klinik, tapi ujung-ujungnya tetap nggak dicover. Rasanya kayak dipermainkan, setuju nggak?

Jadi, Solusinya Apa?

Oke, sebelum kita makin emosional, mari kita bahas solusi. Tapi jujur aja, solusi yang ada sekarang nggak banyak membantu. Beberapa orang berusaha cari bantuan ke dinas sosial atau lembaga amal, tapi nggak semua kasus bisa ditangani. Yang lainnya berharap pemerintah merevisi aturan BPJS biar lebih fleksibel, terutama buat korban kekerasan. Tapi sayangnya, perubahan itu nggak bakal terjadi dalam waktu dekat.

Kamu juga bisa coba mengajukan laporan ke pihak berwajib dan minta pelaku dihukum. Tapi, kita tahu proses hukum di Indonesia sering kali lama dan nggak selalu berpihak ke korban. Apalagi kalau pelakunya kabur atau nggak ketahuan, siapa yang bakal tanggung jawab?

Buat sekarang, solusi paling realistis adalah tetap siapin dana darurat buat situasi kayak gini. Meskipun pahit, ini lebih baik daripada bergantung pada BPJS yang belum tentu bisa bantu kamu. Selain itu, kita juga bisa terus bersuara dan mendorong perubahan aturan lewat media sosial atau komunitas.

Kenapa Pemerintah Kayak Nggak Peduli?

Jujur aja, banyak dari kita yang ngerasa kalau aturan ini kayak nggak adil banget. Udah jadi korban, malah harus bayar pengobatan sendiri. Tapi sebenernya, pemerintah tuh bukannya nggak peduli. Mereka cuma punya pendekatan yang beda, meskipun kadang-kadang keliatan kayak nggak masuk akal.

Jadi gini, dari sisi pemerintah, mereka lebih fokus ke preventif alias pencegahan. Mereka mikirnya, “Daripada kita ngurusin korban kejahatan, mending kita tekan angka kejahatannya dulu.” Ini masuk akal sih, kalau dipikir-pikir. Tapi masalahnya, pencegahan itu kan nggak bisa instan. Kejahatan tetap ada, korban tetap berjatuhan, dan aturan BPJS masih tetap bikin korban pusing tujuh keliling.

Beberapa program kayak patroli keamanan atau peningkatan sistem keamanan memang ada, tapi efeknya nggak langsung terasa. Apalagi buat kamu yang tinggal di daerah rawan, rasanya tetep aja nggak ada bedanya. Yang ada malah makin was-was tiap keluar rumah.

Kalau BPJS Nggak Cover, Terus Siapa yang Bisa?

Nah, ini pertanyaan penting. Kalau BPJS udah jelas nggak mau tanggung jawab, siapa dong yang bisa bantu? Untungnya, ada beberapa alternatif, walaupun nggak semuanya praktis atau mudah diakses.

Pertama, ada yang namanya Jasa Raharja, yang biasanya bantu korban kecelakaan lalu lintas. Tapi jangan salah paham, Jasa Raharja cuma berlaku kalau kejadiannya melibatkan kendaraan bermotor. Jadi, kalau kamu jadi korban begal dan nggak ada unsur kecelakaan lalu lintas, sayangnya mereka nggak bisa bantu.

Kedua, beberapa daerah punya program kesehatan gratis dari pemerintah daerah. Misalnya, kalau kamu punya KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau program serupa dari pemda, ada kemungkinan biaya pengobatan kamu bisa ditanggung. Tapi, ini juga tergantung kebijakan daerah masing-masing, dan biasanya prosedurnya tetep ribet.

Ketiga, kalau kamu punya asuransi kesehatan tambahan selain BPJS, itu bisa jadi penyelamat hidup. Asuransi swasta lebih fleksibel dalam menanggung kondisi kayak gini, meskipun tentu aja premi yang kamu bayar biasanya lebih mahal.

Sisi Hukum: Apa Peran Polisi dalam Hal Ini?

Satu hal yang sering dilupain adalah bahwa kasus begal atau penganiayaan itu sebenernya lebih ke ranah hukum. Polisi punya peran penting buat menangkap pelaku dan, idealnya, memastikan mereka bertanggung jawab atas kerugian korban. Tapi, realitanya? Kadang pelakunya kabur, nggak ketangkep, atau kalaupun ketangkep, prosesnya makan waktu lama banget.

Polisi biasanya ngasih kamu surat laporan kejadian yang mungkin bisa dipake buat cari bantuan, misalnya ke dinas sosial. Tapi, surat ini seringnya nggak punya banyak efek kalau kita ngomongin soal biaya pengobatan langsung. Korban tetep harus nombok dulu buat biaya perawatan. Jadi, meskipun polisi punya peran, nggak berarti mereka bisa langsung nyelesein semua masalah kamu.

Yang bikin miris, pelaku kejahatan seringkali nggak punya kemampuan finansial buat nanggung biaya pengobatan korban. Jadi meskipun hukum bilang “pelaku harus tanggung jawab,” kenyataannya sering jauh dari harapan.

Kampanye dan Suara Masyarakat: Apa Bisa Ngalah?

Sebenernya, masyarakat punya power buat ngedorong perubahan aturan ini, lho. Udah ada beberapa gerakan atau kampanye yang nyuarain supaya korban kejahatan bisa lebih diperhatikan, termasuk soal biaya medis. Media sosial juga jadi tempat yang kuat buat nge-push pemerintah dan BPJS supaya lebih peduli.

Misalnya, kalau ada kasus viral soal korban begal yang kesulitan biaya pengobatan, itu sering jadi perhatian pemerintah buat sementara waktu. Tapi masalahnya, perhatian itu biasanya cuma sebentar. Setelah kasusnya nggak lagi trending, semua orang balik ke rutinitas biasa, dan korban kejahatan berikutnya harus ngalamin hal yang sama lagi.

Kamu bisa bantu dengan ikut kampanye, tanda tangan petisi, atau bahkan bikin gerakan sosial sendiri. Kalau semakin banyak orang yang bersuara, makin besar kemungkinan aturan ini direvisi.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakuin Sekarang?

Setelah semua drama ini, mungkin kamu mikir, “Terus, gue harus gimana dong kalau kejadian begal atau kejahatan?” Nah, ini beberapa hal yang bisa kamu siapin buat jaga-jaga:

Pertama, pastiin kamu selalu punya dana darurat. Jangan bergantung sepenuhnya sama BPJS, karena kita udah tahu mereka nggak bakal bantu dalam situasi kayak gini.

Kedua, kalau kamu sering keluar malam atau tinggal di daerah rawan, coba invest di asuransi kesehatan tambahan. Emang butuh biaya lebih, tapi setidaknya kamu punya perlindungan ekstra.

Ketiga, selalu waspada dan jaga diri. Kalau bisa, hindari tempat atau waktu yang rawan kejahatan. Percaya deh, pencegahan itu selalu lebih murah daripada pengobatan.

Kesimpulan: Kita Harus Bergerak Bareng

Masalah korban begal yang nggak dicover BPJS ini emang bikin frustasi. Tapi ini juga jadi pengingat kalau sistem kita masih jauh dari sempurna, dan kita perlu bergerak bareng buat nge-push perubahan. Entah itu lewat kampanye, petisi, atau bahkan cuma dengan nyebarin informasi kayak artikel ini, semuanya penting.

Jadi, yuk kita bareng-bareng bikin perubahan! Kalau kamu punya pengalaman serupa atau ide buat solusi, share aja. Siapa tahu, suara kamu bisa jadi awal dari perubahan yang lebih besar.

PasienSehat
PasienSehat Hai, saya pasien biasa yang suka nulis blog buat berbagi dan belajar bareng. Lewat tulisan ini, saya berharap kita bisa saling mendukung, bertukar ide, dan tumbuh bersama.

Posting Komentar untuk "Kenapa Korban Begal atau Kejahatan Lain Nggak Dicover BPJS? Yuk, Kita Kupas Tuntas!"