Ketika Berobat Pakai BPJS Tapi Tetap Harus Bayar Obat, Gimana Dong?

Ketika Berobat Pakai BPJS Tapi Tetap Harus Bayar Obat

Sebagai pengguna BPJS kelas 1, bayar iuran Rp150 ribu setiap bulan itu sebenarnya sudah cukup bikin hati lega. Rasanya kayak ada jaring pengaman kalau sewaktu-waktu sakit. Tapi, apa yang terjadi kalau tiba-tiba pas kamu lagi batuk parah, pergi ke klinik, dan ternyata masih harus keluar duit lagi buat beli obat? Bukannya BPJS udah cover semuanya? Ternyata, kenyataannya enggak sesimpel itu.

Kisah ini mungkin relate banget buat kamu yang juga pakai BPJS. Pas sakit, kita langsung ke fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama, misalnya klinik. Berharap semua beres di sana. Tapi seringnya, pas bagian ambil obat, eh, malah disuruh bayar. Alasan yang dikasih biasanya karena obat yang tersedia bukan obat yang dicover BPJS. Katanya, sesuai aturan Kemenkes, obat yang dikasih harus sesuai formularium nasional alias daftar obat resmi yang udah disetujui. Kalau stok obat itu kosong, ya, terpaksa beli obat yang harganya lebih mahal dan enggak dicover.

Nah, di sinilah letak dilema kita. Kalau lagi sakit, masa iya kita ribet mau protes atau komplain? Pasti maunya cepat sembuh, ya, enggak? Jadi, bayar aja, deh, biar obatnya cepat diminum. Tapi, jujur, pengalaman kayak gini tuh bikin mikir. Apa gunanya bayar iuran tiap bulan kalau ujung-ujungnya harus rogoh kantong lagi? Yuk, kita bahas lebih dalam soal ini biar paham duduk perkaranya.

Kenapa Obat di BPJS Bisa Sampai Kosong?

Buat kamu yang mungkin bertanya-tanya, "Kok bisa sih stok obat habis terus?" Jawabannya sebenarnya cukup kompleks. Obat-obatan yang dicover BPJS itu harus masuk dalam formularium nasional (fornas). Jadi, hanya obat yang ada di daftar itu yang dibiayai oleh BPJS. Nah, di klinik atau faskes swasta, seringnya stok obat generik yang masuk daftar fornas ini terbatas atau bahkan kosong. Sebagai gantinya, mereka biasanya punya obat generik bermerek, yang mana itu enggak termasuk dalam fornas.

Masalahnya, pengadaan obat di klinik swasta seringkali tergantung pada kebijakan internal mereka. Kadang-kadang, klinik lebih suka stok obat yang bermerek karena dianggap lebih "menjual" atau lebih diminati pasien. Apalagi, dengan harga obat yang beda tipis, klinik bisa dapat margin keuntungan lebih besar. Sementara itu, obat generik berlogo BPJS sering enggak jadi prioritas karena harganya lebih murah, dan proses klaim ke BPJS dianggap lebih ribet.

Selain itu, faktor distribusi juga memengaruhi. Misalnya, kalau distributor obat lambat atau ada kendala logistik, ya stok obat generik bisa terhambat. Akibatnya, pasien kayak kamu jadi korban.

Ketika Harus Bayar Lagi, Haruskah Diam Saja?

Bayangin, kamu lagi batuk-batuk sampai suara serak, datang ke klinik dengan penuh harapan, dan tahu-tahu disuruh beli obat. Rasanya pasti kesal banget. Tapi banyak dari kita yang akhirnya memilih diam karena, ya udah lah, toh cuma sekali ini aja. Tapi tahu enggak sih, sebenarnya kamu berhak buat komplain?

BPJS itu punya sistem pengaduan yang bisa kamu manfaatkan kalau merasa ada yang enggak beres. Kamu bisa lapor lewat beberapa cara, mulai dari aplikasi Mobile JKN, layanan Care Center 165, sampai pengaduan via Layanan Pandawa. Ini bukan berarti kamu harus ribet-ribet komplain tiap kali kejadian, tapi penting banget buat tahu hakmu sebagai peserta BPJS.

Kalau misalnya obat yang kamu butuhkan enggak tersedia karena stok kosong, klinik sebenarnya punya tanggung jawab buat mencarikan solusi lain. Kalau mereka cuma asal lempar dan nyuruh kamu beli obat sendiri, itu jelas bukan prosedur yang benar. Kamu berhak menuntut penjelasan, dan kalau perlu, laporkan ke BPJS biar mereka follow up ke klinik tersebut.

Apakah Ini Masalah Sistem atau Manusia?

Pertanyaan besar lainnya adalah: masalah ini sebenarnya ada di sistem BPJS atau justru di kliniknya? Jawabannya, ya, bisa jadi keduanya. Dari sisi sistem, BPJS memang punya aturan ketat soal jenis obat yang dicover. Masalahnya, aturan ini enggak selalu fleksibel, sehingga ketika stok obat kosong, faskes jadi enggak punya opsi lain selain menawarkan obat di luar fornas.

Dari sisi manusia, banyak klinik yang mungkin kurang edukasi soal cara mengatasi kekosongan obat. Atau, bisa jadi mereka lebih memilih cara yang gampang (alias nyuruh pasien bayar sendiri) daripada repot-repot koordinasi dengan BPJS. Ini yang bikin pasien merasa dirugikan.

Masalah ini juga menunjukkan bahwa transparansi masih jadi PR besar dalam layanan kesehatan kita. Kalau semua pihak, mulai dari BPJS, faskes, sampai pasien, lebih paham hak dan kewajibannya, mungkin masalah kayak gini enggak akan sering terjadi.

Apa Sebenarnya Gunanya Formularium Nasional?

Kamu mungkin bertanya-tanya, kenapa sih harus ada aturan soal obat-obatan yang dicover BPJS? Kenapa enggak semua obat aja sekalian? Jawabannya ada di formularium nasional. Daftar ini dibuat oleh Kementerian Kesehatan untuk memastikan bahwa obat yang digunakan di layanan BPJS itu efisien, efektif, dan sesuai standar.

Dengan adanya fornas, pemerintah bisa mengontrol biaya kesehatan secara keseluruhan. Kalau semua obat dibiayai tanpa pandang bulu, sistem BPJS mungkin enggak akan bertahan lama karena biayanya membengkak. Tapi, di sisi lain, aturan ini juga bikin fleksibilitas jadi berkurang.

Kekosongan stok obat generik yang masuk fornas di klinik swasta sebenarnya menunjukkan ada celah dalam sistem distribusi dan pengelolaan obat. Kalau fornas bertujuan buat mempermudah akses pasien, kenapa justru sering jadi alasan pasien harus bayar lagi?

Pas Obat Kosong, Jangan Cuma Pasrah

Masalah kayak gini tuh sering banget bikin kita males ribut. Banyak orang mikir, "Ah, udahlah, bayar aja obatnya. Toh, mau cepat sembuh." Tapi tunggu dulu, kamu sebenarnya punya hak buat nanya dan dapet solusi. Jangan cuma pasrah karena malas ribet.

Kalau klinik bilang obat generik kosong, kamu bisa tanya hal-hal kayak:

1. "Kenapa kosong? Ada kendala apa?" Klinik seharusnya kasih penjelasan yang masuk akal, bukan cuma suruh beli obat bermerek aja.

2. "Ada alternatif obat lain yang dicover BPJS?" Banyak klinik suka skip nawarin obat alternatif yang sebenarnya masuk fornas karena dianggap lebih ribet. Kamu punya hak buat tahu.

3. "Bisa dicarikan di apotek lain?" Kalau klinik enggak punya, biasanya mereka bisa bantu cari di faskes atau apotek lain. Kalau mereka enggak inisiatif, kamu yang harus dorong mereka buat bantu.

Intinya, jangan terlalu cepat “iya-in” kalau disuruh bayar obat di luar BPJS. Kadang kita takut atau malas nanya, padahal itu hak kita, loh.

Laporin Aja Kalau Merasa Dirugikan

Sekarang bayangin ini: kamu sakit, bayar BPJS tiap bulan, tapi tetap harus keluar uang buat beli obat. Kesel, kan? Nah, kalau kamu ngalamin ini, jangan cuma ngedumel di hati. Kamu bisa banget lapor ke BPJS. Jangan mikir ribet dulu, karena sebenarnya prosesnya enggak sesusah itu.

Ini beberapa cara buat lapor:

1. Mobile JKN: Buat kamu yang suka main aplikasi, langsung aja buka Mobile JKN. Di situ ada menu khusus buat pengaduan. Masukin data dan keluhan kamu, terus tinggal tunggu tanggapan dari BPJS.

2. Care Center 165: Kalau kamu lebih suka ngobrol langsung, telepon aja ke nomor ini. Tim BPJS biasanya responsif dan bakal bantu cari solusi.

3. Layanan Pandawa di WhatsApp: Ini cocok buat kamu yang mager. Tinggal chat ke 0811 8 165 165, pilih menu pengaduan, terus kasih tahu masalahnya. Walaupun proses administrasi cuma jalan di hari kerja, tapi worth it banget buat dicoba.

Setelah kamu lapor, BPJS bakal follow-up masalah kamu ke klinik yang bersangkutan. Kalau memang terbukti ada yang enggak beres, klinik bakal diminta bertanggung jawab atau memperbaiki sistem mereka. Jadi, jangan takut buat ngelapor, ya.

Kenapa Klinik Lebih Suka Obat Bermerek?

Ini nih salah satu alasan utama kenapa obat generik sering kosong di klinik. Ternyata, banyak klinik swasta lebih suka stok obat bermerek karena dianggap lebih “menjual.” Selain itu, obat bermerek biasanya punya margin harga lebih besar. Jadi, kalau pasien bayar sendiri, klinik bisa dapat untung lebih banyak.

Obat generik berlogo yang masuk fornas sering dianggap kurang menarik, baik dari segi harga maupun kualitas. Padahal, sebenarnya kandungannya sama aja. Tapi ya gitu deh, kalau klinik lebih fokus cari untung, pasien yang jadi korban.

Ada juga faktor lain, seperti distribusi obat yang enggak merata. Kadang distributor lebih fokus ngirim obat ke rumah sakit besar dibanding klinik kecil. Akhirnya, klinik sering kehabisan stok obat generik. Tapi yang bikin greget, bukannya nyari solusi, mereka malah gampang banget nyuruh pasien beli obat sendiri.

BPJS Itu Buat Kita Semua, Jangan Salah Paham

Sebagai peserta BPJS, kadang kita suka mikir, "Lah, buat apa bayar tiap bulan kalau tetap harus keluar duit lagi?" Tapi sebelum emosi, yuk coba lihat sistemnya dari sisi yang lebih luas. BPJS itu sistem asuransi sosial, artinya uang yang kita bayarin tiap bulan dipakai bareng-bareng buat bantu orang lain juga.

Misalnya, kamu cuma sakit batuk, tapi ada orang lain yang sakit lebih serius dan biayanya jauh lebih mahal. Uang iuran kita tuh dipakai buat bantu orang-orang kayak mereka. Jadi, meskipun kadang kita merasa dirugikan, sebenarnya ada banyak orang yang terbantu karena BPJS.

Tapi ya, itu bukan berarti kita harus diam aja kalau ada yang enggak beres. Sistem ini perlu kita awasi bareng-bareng biar makin baik. Kalau kamu merasa ada yang salah, lapor aja. Kritik itu penting buat perbaikan, kok.

Harapan Kita: Sistem yang Lebih Jelas dan Adil

Masalah kayak kekosongan obat ini tuh sebenarnya nunjukin masih ada celah di sistem BPJS dan manajemen klinik. Tapi, bukan berarti kita enggak bisa berharap perubahan. Kalau kita sebagai pasien lebih aktif, klinik lebih transparan, dan BPJS lebih responsif, sistem ini pasti bisa lebih baik.

Pemerintah juga harus turun tangan buat memperbaiki distribusi obat. Klinik harus diawasi biar enggak cuma cari untung sendiri. Dan yang paling penting, pasien harus lebih kritis soal hak-haknya. Jangan cuma nurut kalau ada yang enggak sesuai aturan.

Kesimpulan: Jangan Malu Buat Suarakan Masalahmu

Generasi muda punya power buat bikin perubahan. Kalau kamu pernah ngalamin masalah kayak gini, jangan ragu buat speak up. Gunakan semua jalur pengaduan yang ada, bantu orang lain yang mungkin ngalamin hal serupa, dan pastikan kamu paham soal hak kamu sebagai peserta BPJS.

Sakit itu emang enggak enak, tapi lebih enggak enak lagi kalau kita harus rugi gara-gara sistem yang enggak transparan. Yuk, kita sama-sama dorong biar layanan kesehatan di Indonesia makin maju. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?

Anda dapat membaca artikel seputar BPJS Kesehatan lainnya di sini :

PasienSehat
PasienSehat Hai, saya pasien biasa yang suka nulis blog buat berbagi dan belajar bareng. Lewat tulisan ini, saya berharap kita bisa saling mendukung, bertukar ide, dan tumbuh bersama.

Posting Komentar untuk "Ketika Berobat Pakai BPJS Tapi Tetap Harus Bayar Obat, Gimana Dong?"